
Urusan lisensi, bajak membajak dan menjiplak (plagiat) karya orang lain, saat ini lagi menjadi isu menarik. Sampai tulisan ini saya tulis masih menjadi topik hangat karena jadi ajang threat diskusi di milis saya. Awalnya, gara-gara situs
SalingSapa yang ramai dibicarakan di media. Kemudian berlanjut ke masalah lisensi yang dipakai situs SalingSapa yang katanya menggunakan CMS milik
JCows. Dan diluar diskusi di milis, saya lihat beberapa kawan blogger saya juga tidak sedikit yang mengulas tentang SalingSapa, juga masalah HAKI, plagiat dan lisensi ini.
Kali ini saya ingin mengulas dari sisi yang berbeda. Pertanyaan saya: Benarkah tindakan pembajakan itu salah dan samasekali tidak bisa ditolerir? Bagaimana kalau menurut pendapat Anda?
Sebelum Anda menjawab pertanyaan saya, saya ingin menyampaikan tiga fakta berikut ini kepada Anda. Semoga tiga contoh yang akan saya beberkan kepada Anda ini sedikit bisa memberi warna, bukan hanya sekedar hitam dan putih atau salah dan benar, mengapa pembajakan dan plagiat itu prakteknya masih tumbuh subur. Dan beberapa negara malah melegalkannya. Saya akan bahas satu persatu.
1. Fakta tentang negara China
Kemampuan membuat barang tiruan (imitasi) bangsa China memang luarbiasa mengantar negaranya menjadi raksasa penguasa ekonomi dunia seperti sekarang ini. China tidak perlu pengakuan dari siapapun atas fakta ini. Keberhasilan mereka dalam mencapai kemajuan bangsanya sebagai raksasa ekonomi terbesar di dunia yang terus tumbuh akibat dari salah satunya melakukan praktek meniru atau menjiplak produk negara lain. Betul?
China, apa sih barang yang sekarang ini tidak ditiru oleh China? Dari mulai aksesories seperti arloji, tas, pakaian, ponsel, produk elektronik sampai motor semua bisa dijiplak persis oleh China. Anda ingin tahu apa argumentasi orang China tentang hal ini? Ternyata China punya paham yang berbeda dalam memandang urusan yang satu ini.
Meniru. Bagi China adalah sah-sah saja mereka lakukan apa yang sebetulnya kita sebut sebagai plagiat, sebab bagi mereka itu justru adalah hak. Hak? Aneh, kan terdengarnya? Tapi itu benar. Karena menurut mereka (bangsa China) memiliki hak atas kekayaan intelektual (HAKI) yang umumnya dimiliki oleh negara-negara maju (barat) tersebut. Bangsa China mengklaim telah menyumbangkan warisan kekayaan intelektual secara cuma-cuma kepada seluruh umat manusia dan negara maju untuk meningkatkan peradaban mereka sejak jaman dahulu kala.
Bahkan, ini saya mengutip dari email di milis Telematika, salah seorang menteri China dalam suatu pidato resminya pernah mengatakan bahwa apabila bangsa barat menuntut hak atas kekayaan intelektual (HAKI) masa kini maka seharusnya mereka juga mengakui kekayaan intelektual masa lalu yang telah menjadikan mereka maju seperti sekarang ini. Termasuk membayar semua kerugian atas ide imperialisme dan industrialisasi kaum kapitalis sejak pasca jaman renaissance yang telah menyengsarakan umat manusia di belahan timur dan selatan.
2. Fakta tentang penjajahan di negara kitaSaya berandai-andai kalau saja negara kita tak pernah dijajah oleh negara-negara barat, kalau menurut Anda apakah bangsa ini tetap akan terpuruk, tertinggal kemajuannya dengan negara maju lainnya seperti sekarang ini? Belum tentu, kan? Bayangkan saja selama 350 tahun kita dihisap, dijajah bangsa barat, dieksploitasi kekayaan alamnya sampai selama itu. 350 tahun itu kalau yang jadi patokan adalah
AHH (angka harapan hidup) orang Jogja, 73 tahun, bayangkan itu artinya hampir selama lima turunan (generasi).
Jika saja negara kita sudah berdiri mandiri dan tidak dijajah oleh negara barat sejak jaman Majapahit misalnya, belum tentu kita akan tertinggal jauh seperti sekarang ini, kan? Betul?
Kalau tindakan China yang suka meniru atau menjiplak hasil kekayaan intelektual dari bangsa lain, maka bagaimana kalau saya berpendapat sama untuk negara kita? Anggap saja ini impas juga dengan masa lalu karena mereka (negara barat) sudah pernah menjajah kita setelah sekian lama. Jadi kalau pun kita membajak, contoh software, karena salah satunya orang di negara kita memang miskin, tak mampu beli yang legal. Faktanya memang rata-rata begitu, kan?
Boleh saya sebut itu sebagai bentuk
Penjajahan Terbalik dari perbuatan dulu karena mereka pernah lakukan penjajahan pada negara kita? Apakah menurut Anda argumentasi saya tersebut salah dan tetap tidak bisa ditolerir?
3. Fakta tentang para undergroundBerbicara masalah lisensi dan bajak membajak ada satu komunitas yang eksistensinya harus diakui juga. Yaitu komunitas para underground atau kubu anti lisensi, paten, royalti dan penganut
copyleft yang menganggap HAKI adalah produk pemberian dari Tuhan sehingga tidak pantas diperjualbelikan. Mereka ini malah menganggap sistem lisensi ini adalah paham kapitalis liberal yang melakukan penghisapan manusia atas manusia. Salah satu alat imperialisme baru. Salah satu contoh saja, misalnya dalam kasus hak atas virus yang ternyata dimiliki eksklusif oleh industri farmasi negara maju dengan memanfaatkan otoritas lembaga dunia PBB seperti WHO.
Dan kalau Anda pernah membaca buku
“Di Balik Kisah-kisah HACKER Legendaris” yang ditulis oleh Wicak Hidayat dan Yayan Sopyan maka di salah satu halamannya ada sebuah kutipan menarik yang ditulis oleh seorang Hacker yang menyebut dirinya bernama
“The Mentor, 1986”. Mereka membuat sebuah statement yang sangat menarik, yang merupakan
‘Manifesto Hacker’. Sebuah bentuk ketidakpuasan. Berikut saya kutip sebagian isi kata-katanya:
“….Kalian menyebut kami penjahat.. karena kami menggunakan layanan yang sudah ada tanpa membayar, padahal layanan itu seharusnya sangat murah jika tidak dikuasai oleh orang-orang rakus….”Bukankah ketiga fakta yang saya sebutkan di atas, yaitu fakta di China, penjajahan di negara kita dan
‘Manifesto Hacker’ itu sebuah fakta yang tak bisa kita pungkiri juga di sisi lain?
Terakhir kesimpulannya. Maaf, kali saya tidak akan menyimpulkan masalah plagiat atau bajak membajak ini. Sama seperti judul dalam artikel ini yang berupa sebuah pertanyaan, saya hanya bertanya kepada Anda. Selanjutnya silahkan jawab dan putuskan sendiri sikap Anda.
Sumber Foto: Plagiarism