twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Senin, 07 Maret 2011

Benarkah Keberadaan Toko Online dan Pasar Modern Bisa Mematikan Toko Offline dan Pasar Tradisional?

Pasar Beringharjo
Menurut Anda apakah keberadaan toko online bisa menggeser toko offline, dan juga pasar modern seperti swalayan, hypermarket, dept store di mal-mal bisa mengancam bahkan mematikan pasar tradisional? Pertanyaan saya kembali, jika jawab Anda misalnya "Ya" apakah sudah ada contoh kasus lahirnya sebuah mal baru kemudian membuat sebuah pasar tradisional akhirnya sepi lalu tutup? Atau kedua, adakah contoh lain misalnya seorang pedagang toko offline karena sudah berjualan secara online kemudian menutup gerai toko offlinenya karena sepi kalah dengan penjualan toko onlinenya?

Sebelum Anda menjawab pertanyaan saya di atas, saya perlu jelaskan dulu latar belakang artikel ini. Artikel ini saya tulis karena saya tergelitik setelah membaca artikel “Pasar Tradisional Lebih Dikenal” yang ditulis oleh seorang sahabat blogger, Mas Anto di blog pribadinya Kaget net.

Baiklah, sebelum saya membahasnya lebih lanjut saya berikan kutipan komentar saya yang telah saya tinggalkan di sana sebagai pembuka:

Saya sependapat, Mas. Antara Pasar Tradisional dan Pasar Modern (swalayan/hypermarket/toko online) masing-masing punya market yang berbeda. Tak akan terjadi tarik-menarik. Kalau pun ada sedikit tarik-menarik itu rendah sekali angkanya (tak terlalu significant). Jadi keduanya, kalau pendapat saya bukan saling bersaing tapi justru bersinergi saling melengkapi. Kekuatiran sebagian orang yang mengatakan munculnya banyak mal akan menggusur atau mematikan keberadaan pasar tradisional belum bisa dibuktikan sampai sekarang.

Saya boleh cerita sedikit pengalaman saya? Maaf, kalau agak panjang komennya. Saya bekerja di sebuah mal, tepatnya dept store. Waktu saya masih bekerja di kota Malang lokasi toko kami berada di atas pasar tradisional. Beberapa kali saya sempat ada masalah dengan para pedagang pasar. Waktu itu toko kami membocori stand pasar seorang pedagang. Kebetulan pedagang tersebut juga sama-sama jualan baju, sama seperti dept store saya. Dia bilang terus terang ke saya kalau merasa tak senang dan merasa tersaingi dengan keberadaan toko kami.

Sampai suatu ketika tahun 2003 toko kami terbakar sehingga membuat gerai kami tutup selama setahun lamanya. Para pedagang yang merasa iri atau tak senang dengan keberadaan toko kami awalnya kegirangan karena merasa pesaingnya sudah hilang. Sampai akhirnya keadaan berubah 180 derajat (berbalik) mereka meminta Pemkot agar toko kami secepatnya dibangun dan dibuka kembali.

Mengapa bisa begitu? Faktanya adalah saat pasar tradisional tersebut buka tanpa ada toko kami disana selama setahun akibat toko kami terbakar, yang terjadi justru sebaliknya. Sepi! Pedagang di pasar malah mengeluh sepi sehingga impact-nya tidak sedikit para pedagang pasar yang kukut (tutup).

Dan bukan hanya sampai disitu saja, saat toko kami tak ada sepinya pasar membuat banyak orang yang mengeluh. Supir angkot yang jalurnya lewat pasar tersebut mengeluh tarikannya sepi, kost-kostan di sekitar pasar jadi sepi, warung makan sampai tukang parkir semua mengeluh sepi.

Saya akhirnya sadar dan kemudian menarik kesimpulan bahwa keberadaan toko kami ternyata memberi magnet kuat buat menarik trafik pengunjung ke lokasi pasar tersebut. Keberadaan toko kami sebetulnya bukan pesaing pasar tradisonal tapi sebuah sinergi yang saling melengkapi satu sama lainnya.


Kutipan komentar saya diatas adalah contoh riel (nyata) bahwa ternyata pasar modern keberadaannya bukan pesaing apalagi bisa mematikan keberadaan pasar tradisional.

Contoh sebaliknya, saya punya fakta yang bisa membuktikan bahwa antara pasar modern dan pasar tradisional memang masing-masing punya market sendiri-sendiri. Sehingga tidak ada tarik menarik disana. Saya punya contoh dua gerai toko saya di Pasar Beringharjo Yogyakarta dan Pasar Johar Semarang akhirnya terpaksa ditutup. Mengapa? Tokonya sepi. Salah satu alasan yang menyebabkan sepinya toko adalah karena toko saya berada di tempat yang salah. Market yang berada disana (pasar) bukan market untuk dept store toko saya.

Sekarang saya akan beri contoh yang kedua apakah toko online juga bisa mematikan keberadaan toko offline. Silahkan Anda simak pemaparan saya berikut ini. Saya akan berikan contoh kasus pada toko online rujukan sebagian besar pengguna internet di negara kita. Yaitu toko Bhinneka com.

Sebagai toko e-commerce terbesar keberadaan Bhinneka sudah tidak diragukan lagi sebagai pusat referensi maupun penjualan online kalau kita mau mencari informasi tentang spesifikasi dan harga-harga produk elektronik, komputer dan gadget.

Dalam suatu kesempatan wawancara dengan Hendrik Tio, CEO dari Bhinneka com, yang saya kutip dari majalah bisnis SWA, pernah dijelaskan kalau kontribusi penjualan online Bhinneka.com hanya sekitar 5%. Tidak sebanding dengan jumlah pengunjung toko onlinenya yang jumlahnya sudah mencapai 50 ribu unique visitor perhari. Pendapatan sebesar itu sangat jomplang dengan penjualan dari Bhinneka yang sebagian besar justru masih disumbang dari ke-7 toko offline Bhinneka dari pelanggan yang datang secara langsung alias beli secara offline.

Nah, kedua contoh di atas bisa sebagai argumen yang menguatkan bahwa sampai saat ini kedua tipe toko, antara toko offline dengan online, dan juga antara Pasar Modern dan Pasar Tradisional belum ada bukti kalau keduanya saling mematikan. Faktanya justru malah saling melengkapi.

Catatan:
Artikel ini bukan sebagai justifikasi atau pembenaran yang selalu benar tentang opini bahwa pasar modern dan online tidak terbukti sebagai pesaing yang mematikan pasar tradisional dan pasar offline, meskipun dalam artikel ini saya memberikan contoh-contoh argumentasi yang menguatkan opini tersebut. Jika pembaca ada yang bisa memberi contoh yang berbeda saya akan terima dengan senang hati sehingga bisa menjadi opini yang berimbang tentang keadaan lainnya, yang barangkali luput dari pengamatan penulis, terima kasih.

Sumber Foto: Beringharjo


Bookmark and Share

31 komentar:

  1. hmmmhmmm menarik, saya kira pasar modern mematikan pasar tradisional tapi ternyata dalam beberapa kasus justru bisa saling melengkapi dan terjadi simbiosis mutalisme yang baik . . .

    Kalau toko online wajar saja belum berkembang karena Indonesia baru memasuki era high tech dan tidak semua orang mengerti cara membeli dan percaya kepada toko - toko online tersebut . . . tapi ketika nanti Indonesia sudah merata akan pengetahuan teknologi informasi pasti banyak toko online yang menjamur disertai dengan banyaknya pembeli

    mungkin tidak dalam waktu dekat tapi pasti bisa kok . . . buktinya saja sekarang sudah ada website yang diiklankan di TV

    BalasHapus
  2. oh ya sob, boleh tukar link? link sobat sudah saya taruh di --> Sahabat

    dengan nama : Diptara Blog

    Semoga sobat mau bertukar link dengan web saya ;)

    BalasHapus
  3. Kayanya di negara maju seperti Jepang misalnya, pasar rakyat masih ada, meski sudah ada pasar modern. Ada harmoni tersendiri antara masyarakat dan pasar yang merakyat sejak dulu.

    Saya tidak tahu untuk 100 atau 200 tahun ke depan, tapi untuk saat ini, pasar tradisional dan toko-toko kecil, masih terlalu asyik untuk ditinggalkan.

    BalasHapus
  4. Mohon maaf saya berkomentar tidak pada tempatnya... tapi saya cuma ingin bilang link blog ini sydah saya pasang di blog saya. mohon link baliknya yha??

    BalasHapus
  5. Kayaknya masing2 memang punya pangsa pasar yang beda Mas...
    Dalam banyak hal juga begitu, semisal restoran dan warteg.
    Konsumen warteg belum tentu tertarik dengan restoran yang nggak pas dengan kantong mereka.
    Keadaan akan lain kalau seandainya negara kita sudah gemah ripah loh jinawi, rakyatnya punya daya beli tinggi...
    Tapi selagi masih seperti ini, masing2 sudah punya jatah sendiri2

    BalasHapus
  6. Mungkin kalau kita bicara jangka pendek saya rasa tidak akan ada perubahan berarti. Tapi dalam jangka panjang, misal 50 tahun, saya tidak yakin.

    Bisa jadi nanti sebuah produk bukan saja diperlihatkan secara online tapi bisa diraba, dicium, dilihat dalam projeksi tiga dimensi dengan ukuran sesungguhnya. Dalam kondisi secanggih ini, apa perlu masyarakat keluar rumah dan belanja? Mungkin proporsinya akan berbalik, pasar online akan lebih besar dan pasar offline hanya sebagai upaya branding perusahaan saja.

    BalasHapus
  7. Artikel di SWA itu ditulis ole Husni Mubarak pak? Apa masih kredibel? :)

    BalasHapus
  8. Tutorial SEO:
    #Betul sekali karena tidak semua orang mengerti cara membeli secara online dan alasan lainnya adalah masalah Trust. Ini yang masih jadi kendala terbesar untuk belanja online. Bahkan toko Bhinneka sendiri saat saya tulis artikel ini belum bisa terima pembayaran pakai card kecuali untuk pembeli di Jakarta. Mungkin alasan salah satunya masalah Trust juga.

    #Saya sempat lihat blog Anda dan membaca beberapa artikelnya. Kesimpulan saya Anda sangat mengerti dengan SEO. Bukankah kalau tukar link akan lebih fair untuk kedua belah pihak kalau link masing-masing blog sama-sama ditaruh di sidebar. Ini baru fair. Gimana?

    Cahya:
    Berarti Mas Cahya sependapat dengan saya? Ya, saya juga tidak tahu dan menebak persis bagaimana nanti kalau satu abad kedepan apakah akan tetap sama seperti sekarang ini.

    majalah asik:
    Saya kemarin sudah bales permintaan Anda, lho di artikel saya yang kemarin Anda komentari untuk minta Tukar Link. Silahkan Anda baca dulu. Dan jawaban saya asal Anda bersedia memenuhi syarat dari saya maka saya bersedia untuk Tukar Link dengan blog Anda. Dan sebetulnya kalau mau fair link blog saya juga sama-sama ditaruh di sidebar pada mainpage blog Anda. Gimana?

    marsudiyanto:
    Betul, Pak Mars. Masing-masing punya segmentasi berdasarkan ukuran kantong konsumennya. Berbicara di di pasar retail dept store pun begitu. Market Ramayana beda dengan market Matahari. Market Matahari berbeda dengan market Sogo dan Metro. Market Sogo dan Metro berbeda dengan market Butik. Masing-masing dept store terbentuk segmentasi pasar sesuai price range dengan konsumen sendiri-sendiri sehingga keberadaan toko satu dengan yang lainnnya tidak akan bersaing saling mematikan.

    Jeprie:
    #Kita boleh sama-sama berandai-andai dan coba menjadi futuris, Mas Jeprie. Ya, kemungkinan yang seperti Mas Jeprie utarakan itu saya rasa masuk akal dan bisa aja terjadi nanti. Karena perkembangan teknologi begitu dinamis dan cepat jadi bisa saja itu terjadi nanti.

    #Lho, ada apa dengan Husni Mubarak? Ini Moh. Husni Mubarak wartawan majalah SWA, Mas Jeprie. Bukan Hosni Mubarak Presiden Mesir yang telah lengser itu. :D

    BalasHapus
  9. Betul pak, semua saling mengisi dan melengkapi... Namun pemeritah lebih bijak jika memisahkan dengnan memberi akses lebih mudah ke pasar tradisional.. karena itu yang akan menguatkan ekonomi secara lebih luas..

    BalasHapus
  10. Yang jadi masalah sebenarnya, malah pasar tradisional digusur dan dibangun menjadi big market (seperti ditempat tinggal saya). Perjabat ngga mikir kalo PRT nya blanja semakin jauh.
    Oh, ya... trima kasih sudah menyinggung blog saya, Pak. ^_^

    BalasHapus
  11. dHaNy:
    Sepertinya pemerintah dimana-mana kurang memperhatinkan kelangsungan hidup pasar tradisional, ya Mas Dani? Atau apa karena pembandingnya pasar modern yang dikelola swasta dan punya modal sehingga lebih terurus ketimbang pasar tradisional?

    Kaget:
    Wah, di daerah mana itu, Mas? Hem, suatu saat bukan tidak mungkin justru matinya pasar tradisonal bukan karena kalah bersaing dengan pasar modern seperti kekuatiran banyak orang selama ini tapi justru mati terpinggirkan akibat karena penggusuran. Betul itu, Mas.

    Sama-sama, Mas. Saya juga berterima kasih atas inspirasinya. :)

    BalasHapus
  12. yups, saya rasa sudah punya market yang berbeda. contohnya saja amplaz yang bersebelahan langsung dengan pasar ambarukmo. Kedua-duanya tetap ramai. keberadaan amplaz`(dengan carrefournya) tidak langsung mematikan pasar tradisional.

    saya rasa toko online juga begitu.
    Kalau saya abca di koran, sepertinya yang menjadi keluhan warga adalah keberadaan warung-warung modern macam indoma*** dan mart-mart lainnya yang hampir di tiap pojokan, membuat warung-warung kecil sepi.

    BalasHapus
  13. Huda Tula:
    Keberadaan Indomart dan Alfamart saat ini sedemikian menjamur langsung jemput bola masuk ke dalam perumahan-perumahan penduduk. Secara tidak langsung ini adalah pesaing dari warung-warung kecil. Betul, Mas Huda.

    Kalau perilaku saya sendiri dan sebagian besar warga di perumahan saya untuk belanja bulanan cenderung lebih memilih ke hypermarket karena lebih lengkap. Tapi kalau untuk keperluan dapur yang langsung dimasak tetap pergi ke pasar tradisional di pasar dekat rumah.

    Belanja ke minimarket hanya kadang-kadang saja kalau butuh sesuatu yang mendadak saja.

    BalasHapus
  14. Iya saya setuju dengan pedapat bahwa pasar offline dan online saling melengkapi...

    kalo tidak ada pasar offline pasar online juga tidak akan berkembang...

    banyak orang lebih suka berbelanja secara offline kok..

    saya juga begitu meskipun saya adalah seorang pedagang online saya tetap memilih untuk berbelanja offline jika memungkinkan....

    :D

    BalasHapus
  15. Menurut saya ini cuma menunggu waktu saja Pak. Tren ke depan sepertinya akan mengarah pada era full digital. Manusia akan semakin sibuk dan makin melek teknologi.

    Untuk saat ini, saya sendiri merasa lebih senang belanja langsung di toko. Misalnya kalo mau beli buku. Dulu saya sempat coba berbelanja buku secara online. Namun ada beberapa kekurangan yang tak bisa tergantikan dari toko online.

    Salah satunya suasana berbelanja yang rame dan bikin lebih seru plus asyik :)

    BalasHapus
  16. kelihatannya sulit mas, bagaimanapun juga dunia offline punya keasyikan tersendiri

    BalasHapus
  17. Yang pasti, suatu saat pasar tradisional akan mati. Pemerintah harus bersiap dari sekarang, mempersiapkan teknologi, pendidikan, dan fasilitas agar rakyatnya tidak ketinggalan.

    Yang saya tulis di atas, teknologi tampilan holografik objek dalam 3D, sudah ada pak. Bisa dibaca di Times. http://www.time.com/time/specials/packages/0,28757,2029497,00.html

    BalasHapus
  18. Sekarang adalah masa transisi.

    Pasar tradisional, dengan konsep seperti sekarang, rasanya lambat laun akan tergerus oleh zaman.

    Untuk online atau offline, menurut saya masing-masing punya pangsa pasar tersendiri. Saya masih belum bisa memprediksikan bagaimana di masa depan. Seperti kata mas Iskandaria, ada 'sesuatu' dari toko offline yang tak dimiliki oleh toko online.

    BalasHapus
  19. saya setuju sekali dengan pemikiran di artikel ini, hampir sepaham dengan saya dan juga saya dapat pengalaman baru dari sharing di artikel ini :)

    Justru toko online sebuah pintu untuk market yang lebih luas lagi sedangkan pasar tradisional lebih ke target market lokal dan sekitar setidaknya dengan adanya toko offline dan berada di lokasi pasar tradisional sangatlah mendukung kepercayaan konsumen kepada kita.

    BalasHapus
  20. saya pernah bincang-bicang ringan bersama penerbit galang press. dan menurut pengakuan salah seorang staf mereka, penjualan online malah melebihi penjualan mereka ditoko-toko buku.

    Selain itu keuntungannya jauh lebih besar karena bisa memangkas biaya produksi, dan distribusi.

    Jadi, saya kira tergantung barang/jasanya juga,Pak.

    BalasHapus
  21. Rohani Syawaliah:
    Saat ini sepertinya juga masih begitu. Saling melengkapi. Namun secara umum di semua segmen retail pasar offline masih mendominasi penjualan, dan pasar online sebagai penyeimbang dari penjualan offline.

    iskandaria:
    Ya, Mas Is kedepan trend itu kemungkinan besar akan terjadi. Terutama terjadi pada penjualan barang-barang yang bisa tersubstitusi secara penuh dari mode jual offline ke penjualan secara online. Misalnya pembelian buku dan barang elektronik. Kecuali barang-barang apparel tertentu yang belum bisa (susah) dijual secara online karena pembeli masih butuh untuk bersentuhan atau fitting langsung dengan barangnya. Saya ambil contoh seperti beli gaun di butik, sandal/sepatu, parfum dll. Barang-barang seperti ini pembeli masih butuh dan kurang puas kalau belum ngepas/fitting secara offline.

    joko santoso:
    Saat ini, betul Pak. Masih sulit kalau harus meninggalkan pasar offline dan beralih secara full ke pembelian online.

    Jeprie:
    Kalau berbicara pasar (offline) saat ini masih terbagi jadi 3 kelompok. Pasar tradisional, Pasar semi tradisional modern (Trade center) dan Pasar Modern di Plaza/Mal.

    Kita berharap terutama yang pasar tradisional karena mayoritas dikelola oleh pemerintah (Pemda) maka harus dibenahi prasarananya mulai sekarang agar tetap eksis karena masih dibutuhkan oleh kelas masyarakat tertentu (ekonomi kelas bawah) sampai saatnya nanti akan berubah menjadi pasar modern, atau minimal selevel kelas trade center.

    Terima kasih link referensinya, Mas Jeprie

    Abu Fuqan:
    Masa transisi? Saya berpendapat, sama seperti jawaban saya pada Mas Jeprie di atas, jika pemerintah tidak mulai membenahi prasarana pasar tradisional mulai sekarang maka bisa jadi masa transisi itu akan terjadi lebih cepat. Pasar tradisonal ditinggalkan dan pembeli beralih ke pasar modern.

    Untuk pasar online dan offline, saya juga berpendapat keduanya akan tetap masih saling melengkapi karena tetap ada barang-barang tertentu, contoh barang yang saya sebut pada jawaban saya ke Mas Iskandaria, yang sulit kalau dijual secara online. Ya, tapi kedepan sepertinya pembagian market sharing antara pasar offline dan online akan bergeser cenderung ke online.

    Andi Sakab:
    Mas Andi ternyata melihat dari sisi itu, ya? Sisi pembagian market dan Trustnya. Ya, betul, Mas Andi. Penjualan atau adanya toko offline sangat mendukung sisi Trust. Sementara penjulan online sangat baik untuk melebarkan sayap ke pasar global.

    BangngangaN.com:
    Saya juga ada teman di penerbitan Mizan, Mas. Teman saya bercerita kalau di dunia penerbitan sampai saat ini dominasi Gramedia group sangat kuat. Terutama dalam hal penjualan secara offline. Karena Gramedia didukung oleh banyaknya gerai toko (distributor) di seluruh Indonesia. Hampir setiap kota dan Mal ada toko Gramedia. Sementara penerbit lainnya yang ingin eksis mau tidak mau harus punya strategi lain dalam memasarkan produknya. Salah satunya tentu menjual buku secara online. Mungkin itu sebabnya Galang press akhirnya lebih eksis atau laris penjualannya secara online. Ini dugaan saya saja, sih Mas. Betul kira-kira?

    Terima kasih contohnya, Mas. Ini bisa jadi penyeimbang contoh2 fakta dan opini saya di artikel ini.

    BalasHapus
  22. Kalo pemerintah bantul sementara ini membatasi pasar modern, saya kira pasar tradisional di bantul masih laku mas, cuma yaitu kalo dilihat kondisi sungguh memprihatinkan, bisa ditengok di pasar Niten yang belum lama buka, sungguh semrawut didalamnya sehingga tidak nyaman, berbeda dengan ketika saya masuk ke S*p*r In*o, yang nyaman disekitar wetan Jogokaryan

    BalasHapus
  23. Bagaimana pun, pasar tradisional (dengan konsep seperti sekarang) lambat laun akan tergantikan oleh pasar modern. Pelaku aktif di pasar tradisional harus mulai berpikir tentang hal ini, agar tidak tergerus zaman.

    Seperti kita ketahui, semua yang ada di pasar tradisional sekarang sudah ditemukan di mall dan swalayan besar. Ini yang saya maksud sebagai masa transisi. Pasar tradisional masih banyak dilirik karena masyarakat masih punya persepsi -sebagai contoh-, kalau beli cabe ya harus di pasar tradisional. Persepsi seperti ini lambat laun akan berubah.

    BalasHapus
  24. kalau menurut saya toko online hanya sebagai referensi saja :D

    BalasHapus
  25. Kalo toko online tidak akan mempengaruhi pasar traditional karena segment toko online unik. Tp kalo mini market franchise itu sangat berpengaruh terhadap pasar tradisional. Karena wong saiki ngaya ngaya mas, beli pete aja ke supermarket, hahaha

    BalasHapus
  26. mas-tony:
    Oh, ya, Mas? Saya baru tahu ini. Iya, sepertinya Jogja secara umum juga stagnan pertumbuhan Mal-mal baru. Setidaknya selama 4 tahun terakhir ini belum ada lahir mal baru.

    Secara umum kondisi pasar tradisional dimanapun mengenaskan, Mas kondisinya. Jorok dan semrawut. Itu bukan hanya di Bantul saja. Di beberapa kota yang pernah saya kunjungi pasarnya rata-rata begitu.

    Abu Furqan:
    Lambat laun akan tergantikan oleh pasar modern, atau pasar tradisionalnya yang bermetamorfosa menjadi lebih modern. Sepertinya dua itu kemungkinannya, Mas. Betul?

    Putu Yoga:
    Saat ini Ya, Mas. Kebanyakan buat itu. Contohnya kasus di toko Bhinneka itu sudah mewakili.

    Pocong Ngepot:
    Akhirnya Pocong muncul lagi. He..He.... Nah, sebagai pedagang online Mas Lintang lebih paham akan hal ini ketimbang saya. Kalau toko franchise karena rata-rata sekarang sudah jemput bola dengan buka gerai masuk ke perumahan2 maka persaingan sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Betul, Mas.

    BalasHapus
  27. Bagi saya terlalu cepat jika mengatakan bahwa keberadaan toko online/modern akan mematikan keberadaan pasar tradisional... Didaerah saya bahkan ada Mall besar yang ngga mampu bersaing dengan toko yang lebih kecil yang ada tidak jauh dari samping mall baru tersebut hingga akhirnya mall tersebut ditutup dan dinyatakan bangkrut....

    Seperti kata bro bahwa setiap masyarakat punya keinginan masing-masing dimana dia akan berbelanja aplagi soal belanja online bagi masyarakay Indonesia yang masih merupakan barang langka (ditakuti banyak orang) walaupun kata mereka terjadi tingkat kenaikkan aktifitas belanja online

    BalasHapus
  28. bro eser:
    Menurut bro begitu, ya? Ya, nanti dengan berjalannya waktu akan ketahuan mana yang terbukti apakah benar pasar tradisional benar-benar mati ataukah bisa berdampingan terus dengan pasar modern. Contoh di tempat bro eser, ada mal yang tutup itu juga dialami toko dept store saya di Pasar Beringharjo Jogja.

    BalasHapus
  29. aku pikir offline dan online itu beda pangsa pasar ya. toko online dan offline punya pangsa pasar tersendiri, pasar tradisional dan pasar modern juga punya pangsa pasar tersendiri.

    bob sadino pernah ngomong "burung merpati yang warna sayapnya sama, akan berkumpul ditempat yang sama (secara otomatis)"

    para konsumen adalah yang setipe dengan produsennya.

    BalasHapus
  30. joko disini saja:
    Sebetulnya tarik menarik pelanggan antara pasar online dengan offline, juga pasar tradisional dengan modern itu ada, Mas tapi kecil sekali, tak terlalu significant. Namun pola berbelanja ada kemungkinan trendnya akan berubah suatu saat. Betul?

    BalasHapus
  31. sama sekali tidak mempengaruhi tradisionil menurut saya ,ada kalanya webstore hanya berlaku sebagai broker saja seperti halnya mahasiswa membangun bisnis online dan mengambil barang2 dari produsen kemudian mengirimkannya ke konsumen, untuk menjaga kepuasan tertinggi komsumen selayaknya konsumen datang langsung pada produsen/toko yang dimana menjual barang tersebut atau webstore yang benar2 webstore yang tidak mengada-ada atas stok barangnya (jangan tertipu oleh bagusnya tampilan webstore tersebut selayaknya pedagang profesional yang ulung)apalagi tidak di tempelkannya testimonial keluhan dan kepuasan konsumennya

    BalasHapus