Ada tulisan menarik yang saya baca di blognya Paman Tyo beberapa hari yang lalu, di tulisannya yang berjudul "Satu Hati: Membantu Sesuai Kebisaan". Tulisannya sebetulnya adalah berupa Advertorial.
Apa itu Advertorial? Gabungan antara kata Advertisement dan Editorial. Artinya, sebuah tulisan (artikel) pesanan pengiklan dan dibayar.
Terlepas dari tulisan itu hanyalah sebuah iklan (dibayar) dan mungkin Anda berpikir apa menariknya sebuah iklan dibaca, tapi ada kata-kata yang menurut saya menarik, yang patut untuk dijadikan contoh buat kita semua. Terutama buat Anda yang seorang blogger sekaligus merangkap sebagai publisher.
Berikut bunyi kata-katanya yang ditulis dengan cetak miring di-note di akhir tulisannya:
* Sesuai nama kategori, tulisan ini berada dalam keranjang Advertorial. Artinya merupakan tulisan titipan atau pesanan, dan dalam kasus ini berbayar. Meskipun begitu keseluruhan isi adalah tanggung jawab saya.
Menarik! Itulah gaya Paman Tyo dalam menulis di blog, terutama dalam menulis artikel dan cara membedakannya antara artikel biasa dengan tulisan Advertorial. Mengapa menarik? Seringkali di internet saya justru menemui sebaliknya. Iklan dibuat dan ditulis dengan sengaja disamarkan seperti artikel. Iklan di blog sengaja disamarkan demi agar orang lain mau bersuka hati membaca artikelnya.
Ya, siapa, sih orang mau repot-repot baca iklan apalagi sengaja dikecoh atau dikelabuhi, kecuali hanya orang yang memang lagi butuh barang yang diiklankan. Benar? Dan yang paling tidak etis saya sering menjumpai, contoh ada iklan melayang-layang sengaja dibuat menghalang-halangi artikelnya agar diklik pengunjung.
Nah, kalau Anda ingin tahu bagaimana etika memasang iklan yang benar, contoh yang dilakukan oleh Paman Tyo itu bisa dijadikan rujukan. Dan rambu-rambu atau etika lainnya saya juga sudah pernah menuliskannya di blog ini. Kalau Anda berminat untuk membacanya, silahkan baca artikel "Anda Blogger Kolumnis Atau Komersial?" dan bila Anda ingin melihat contoh-contoh artikel Advertorial saya yang ada di blog ini, bisa klik link ini Advertorial.
Sumber Foto: Advertising
Sabtu, 16 April 2011
Etika Menulis dan Memasang Iklan di Blog
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sementara iklan yang saya pasang masih bisa diblok dengan ABP, sehingga tidak mengganggu kenyamanan pembaca yang tidak ingin mendapati adanya iklan :).
BalasHapusmemang ide ide paman tyo sangat menginspirasi. dia orang tua dengan tenaga kuda yang masih muda, hehe
BalasHapusPengetahuan yang baru nih bagi saya apalagi dalam pengiklanan... Oh ya bro, komentar bro terpilih sebagai komentar terbaik pada blog saya, bro bisa pasang banner ukuran 125X125 di blog saya...
BalasHapusCahya:
BalasHapusApa itu ABP, Mas Cahya? Sejenis add-on untuk memblok iklan kah? Kalau saya selama iklannya masih wajar dan tidak berlebihan saya masih bisa memaklumi.
jarwadi:
Paman Tyo adalah blogger gaek yang memang bisa jadi rule model bagi blogger, Mas. Saya sering terinspirasi juga setelah baca memo-memonya Paman Tyo :)
bro eser:
Wah, terima kasih, Bro atas penghargaannya. Saya akan kesana melihatnya :)
Semoga dunia tulis menulis menjadi lebih tertata ya mas... Semua tulisan pasti ada bentuk pertanggungjawabannya juga... Di blog saya malah belum tertempel iklan banner, cuma review saja seperti Pak Tyo..
BalasHapusSalah satu kendala untuk mencantumkan bahwa itu artikel advertorial atau ketika ingin dimasukkan ke dalam kategori advertorial yaitu adanya peraturan dari si pemberi job review, bahwa tulisan tersebut tidak boleh dilabeli sebagai review atau advertorial.
BalasHapusTak boleh pula secara implisit menyebutkan bahwa itu tulisan review/iklan. Bahkan sekadar mengiyakan bahwa itu tulisan review/iklan pun tidak diperkenankan (pada salah satu broker paid review).
Lain soal jika berasal dari pribadi atau perusahaan yang tidak melalui perantara broker. Maka mencantumkan keterangan bahwa tulisan tersebut adalah pesanan/iklan/berbayar tidak jadi masalah Pak :)
betul juga ya? dengan memberi note seperti itu, pembaca merasa lebih dihormati. dan dia bertanggung jawab penuh atas isinya. hebat!
BalasHapusSaya kok malah sering kagum dengan iklan advertorial, tapi iklannya benar-benar tersamar. Sebegitu tersamarnya, hingga pembaca nggak sadar kalau itu iklan, bahkan asyik menikmati isi tulisan itu. Meskipun mungkin hal semacam itu kurang etis (karena nggak menyertakan keterangan bahwa itu advertorial), tapi saya pikir orang yang bikin iklan itu benar-benar kreatif.
BalasHapusYang menjengkelkan memang jenis iklan yang melayang-layang seperti yang Pak Joko bilang itu. Ada lagi model boks iklan yang selalu muncul setiap kali kita meng-klik judul post tertentu. Halah, malas deh kalau baca blog yang kayak gitu.
dHaNy:
BalasHapusMasalah pertanggungjawaban itu yang terpenting, Mas. Jika iklan tidak sesuai dengan barangnya, meskipun kita dibayar mahal apa ya harus mau saja kalau disuruh review kalau itu tak sesuai dengan kenyataannya. Tidak, kan? :)
iskandaria:
Kalau berbicara etika, saya tetap berpendapat kita tak boleh membodohi atau mengecoh pembaca, Mas Is. Kalau iklan ya bilang iklan. Jangan disamarkan. Advertiser berhak memilih blogger yang akan menjadi publisher untuk mereview produknya. Sebaliknya kita pun sebagai publisher berhak memilih advertiser yang cocok buat kita. Betul?
Memang itu terdengar sangat idealis, ya? Tapi masih banyak pemberi job review yang tidak keberatan kalau dilabel atau ditag iklan. Contoh seperti BuyBlogReview tidak keberatan. Saya pernah nulis di blog ini dan saya labeli Advertorial tapi masih dibayar. Nah, kalau broker lokal saya kurang tahu. Kalau IdBlogNetwork di TOS-nya saya baca tidak ada larangan mencantumkan label iklan pada reviewnya.
Kalau tulisan tentang hilangnya Carisa Puteri dulu apa juga Advertorial, Mas Is? Soalnya melihat ciri-cirinya sepertinya iya. Saya terkecoh tapi terhibur baca ulasannya mirip berita infotainment. :)
Huda Tula:
Sama, Mas, saya juga menganggapnya itu sebagai bentuk tanggung jawab moral yang tinggi dan sekaligus menghormati pembacanya.
Hoeda Manis:
Saya juga beberapa kali pernah membaca tulisan Advertorial. Tak selamanya iklan itu selalu kurang menarik dibaca. Beberapa kali justru benar tak nampak kalau itu sebuah Advertorial karena materi tulisannya ada unsur How-To dan pengetahuannya, yang malah lebih kuat dari muatan marketingnya itu sendiri. Seharusnya iklan harusnya ya seperti itu. Tapi secara etika dan kode etik terlebih buat media, pemisah, label atau tag Advertorial harus tetap ada.
Andreas Harsono, seorang wartawan senior, pernah mengatakan sedikit sulit untuk membedakan pada media kita mana yang iklan dan mana yang tidak karena iklan campur-aduk dengan muatan redaksional. Wartawan kita lebih dianggap kuli daripada orang kreatif, katanya.
Oh, tulisan Carissa itu ya?. Tau sendiri lah Pak :) Pada TOS IBN memang tidak mencantumkan bahwa tulisan advertorial tidak boleh dilabeli sebagai review atau advertorial. Namun pada surat tugas tertentu yang diberikan pada blog tertentu, ada aturan agar tidak mengiyakan bahwa itu advertorial atau mencantumkan dalam tulisan bahwa itu adalah advertorial.
BalasHapusNamun ada jangka waktunya sih, dimana kapan kita baru boleh mengiyakan atau menyatakan bahwa itu adalah tulisan pesanan.
Saya setuju jika kita sebagai publisher juga harus selektif dalam memilih atau menerima tulisan pesanan. Toh kita juga punya tanggung jawab karena dipublish di blog kita. Namun berhubung saya sudah sangat terbiasa mengulas masalah artis dan dunia entertainment (saat aktif ngeblog di blogspot), jadi saya senang dan sangat terbuka jika ada tulisan pesanan tentang itu :)
Makasih kalau Pak Joko merasa terhibur. Saya senang mendengarnya :)
Wah saya harus minta PM account Paypal Mas Joko ki, sebab Mas Joko sudah buatkan saya Advertorial. :)
BalasHapusiskandaria:
BalasHapusKalau kasus Advertorial aplikasi WhatsApp yang dibuat dengan memunculkan tokoh hilangnya Carissa Puteri itu memang unik, sih. Memang faktanya ada sedikit kebohongan dan teka-teki, tapi itu justru sisi menariknya. Yaitu bagaimana mengemas sebuah iklan Advertorial dengan gaya seolah-olah ada cerita betulan yang berbau misteri. Saya sampai penasaran banget. Dan gemes juga waktu saya tanya kepada beberapa teman blogger tak ada yang mau jawab secara implisit kalau itu sebuah iklan. Wajar kalau tidak dilabel dengan tag Advertorial dan baru boleh dibuka setelah tanggal 10 April 2011 kemarin karena biar jadi surprise. Cerdas dan kreatif sekali yang punya ide itu.
Kerajinan Jepang:
Dengan ditraktir ngopi kalau suatu saat Mas Lintang ke Jogja itu sudah cukup, kok Mas. Ora usah transfer-transferan segala. Koyok karo sopo wae pakai itung-itungan gitu. :)
WAh... ternyata om , ,dah gabung di IBN juga ya :) :)
BalasHapusKalau aku posting review justru senatural mungkin,, seperti postingan biasa aja,, trus dikaitkan dengan kenyataan yang aku alami,,
Coz reviewku Alhamdulillah yang materinya ku kuasai alias memang benar2 nyata ku alami,,
misalnya waktu review sebuah produk Kartu Gsm, nah karena bener2 make kartunya jadi anggap kayak curhat aja,,ditambahkan pesan2 yang di inginkan Advnya,,
Prinsip menulis blog saya sederhana, perlakukan pembaca sebagaimana saya --yang juga pembaca blog lain-- ingin diperlakukan.
BalasHapusSaya tidak ingin dijebak oleh link affiliasi atau artikel iklan. Saya juga akan melakukan itu bagi pembaca.
Kalau ingin beriklan, beri dulu value pada pembaca. Jangan menjebak.
Iklan melayang yang menghalangi konten, saat ini terasa sangat keterlaluan. Ada riset yang menyebutkan saat ini pembaca langsung klik tombol close bahkan sebelum iklan itu muncul seluruhnya. Kalau iklan itu ga bisa ditutup, pembaca langsung kabur. Masih banyak sumber berita lain. Jarak Google cuma satu klik.
Iklan yang disamarkan berarti membodohi pembaca. Siapa yang mau dibodohi? Tentu saja tidak ada.
Saat ini, saya hanya menuliskan link affiliasi yang saya temukan berguna bagi saya pribadi dan sudah saya buktikan sendiri kualitasnya. Saya juga tidak mempersulit pembaca dengan memaksanya menggunakan link affiliasi.
Selain terkait etika, ini juga berhubungan dengan komitmen blogger. Apa dia ingin menjaga reputasi atau lebih tertarik dengan uang saja? Mengambil uang dari blog memang tidak masalah --saya juga begitu-- tapi harusnya memperhitungkan juga reputasi situs dan dirinya.
Gaptek:
BalasHapusYa, Mas Farid akhirnya meski rada telat saya memutuskan untuk bergabung juga dengan IBN, sama seperti Mas Farid. Masalahnya saya selama ini nyari Advertiser lokal belum ada yang cocok jadi blog saya biarkan nganggur tanpa iklan satu pun. Dan kelihatannya IBN ini profesional tak seperti kebanyakan Advertiser lokal lainnya.
Kalau saya menangkap kata "senatural mungkin" itu artinya alami dan benar-benar real sesuai kenyataan dan didukung dengan pengalaman sendiri. Betul? Jika "Ya" saya pun sependapat dan seharusnya memang begitu. Kita tak boleh mengecoh pengunjung (pembaca) dengan menulis iklan yang dibuat-buat apalagi bohong. Ini yang tidak benar meskipun kita dibayar.
Hanya ya itu tadi etika tetap harus diperhatikan untuk tidak mengecoh dan membohongi pembaca. Advertorial tetap lah iklan, yang artinya sebuah artikel pesanan untuk jualan atau menawarkan sesuatu. Seyogyanya tetap diberi tanda (tag) tersendiri yang menyatakan itu adalah iklan, bukan disamarkan sama seperti artikel.
Jeprie:
Cara pandang Mas Jeprie ternyata sama juga dengan cara pandang saya dalam menyikapi hal seperti ini. Senang saya tidak sendirian karena ada blogger lain yang punya cara pandang yang sama. :)
Dalam menulis advertorial, saya pun berusaha begitu. Memberi sesuatu (value) dulu di depan seperti pengetahuan (how to) atau edukasi kepada pembaca. Nah, baru di akhir artikel tawaran marketingnya akan saya berikan. Jadi tak semata-mata pembaca saya paksa baca iklan tapi dia (pembaca) tak dapat value apa-apa setelah baca, selain hanya sebuah persuasi agar mau menerima tawarannya.
Dan terakhir yang paling penting, benar, etikanya harus memberi catatan atau minimal pembeda bahwa itu Advertorial agar pembaca jelas, tidak merasa seperti dijebak bahkan dibohongi oleh kita.
Yap, sayang sekali, karena blog saya masih numpang di wordpress, jadi gak bisa masang iklan. :D
BalasHapusSaat ini saya mencoba mempertahankan idealisme ini karena memang blog saya belum komersil. Di masa depan, mungkin ini akan berubah tapi saya akan tetap berusaha senetral mungkin.
BalasHapusSaat ini, perbandingan penghasilan saya secara tidak langsung lewat ngeblog tamu dan hasil potensial iklan di desaindigital sangat tidak seimbang. Jadi, saya lebih memilih menjaga reputasi. Saya menyadari bahwa blog tidak harus menghasilkan secara langsung tapi bisa juga secara tidak langsung --seperti lewat iklan atau affiliasi. Misalnya seperti saya saat ini.
Maaf, terbalik pak. Menghasilkan secara langsung --seperti lewat iklan atau affiliasi-- tapi bisa juga secara tidak langsung --misalnya tawaran pekerjaan.
BalasHapusSaya ingin menambahkan juga pak. Koran-koran besar --sekelas Kompas atau MI-- biasanya menandai artikel iklannya sebagai advertorial (iklan). Untuk media sekelas mereka, ini penting untuk memisahkan mereka dari produk tersebut. Seandainya produk itu bermasalah, ada batas jelas yang tidak akan mempengaruhi reputasi mereka.
BalasHapusSaya pikir dalam dunia blogging pun prinsip ini harus diikuti. Iklan yang murni sekadar iklan --bukan review-- tapi dikesankan hasil tulisan kita mungkin sekali akan mencederai reputasi penulisnya.
Saya berfikir bagaimana seandainya produk si artis yang hilang itu gagal, jelek, atau bermasalah. Bisa jadi si penulis akan terkena imbasnya. Resikonya tinggi sekali untuk mengiklankan produk yang tidak jelas bahkan tidak ada datanya sama sekali.
Asop:
BalasHapusMasih di Wordpress com, toh Mas? Saya pikir da hosting sendiri blognya. Tinggal dimigrasi aja, toh. Atau bikin aja blog baru dan yang lama dipakai sebagai doorway page saja. :)
Jeprie:
Kalau tuntutannya seperti apa kata Andreas Harsono itu, agar kita tak disebut kuli tapi orang kreatif maka mau tak mau sikap idealisme seperti ini tetap harus dipertahankan, Mas Jeprie. Cari duit boleh tapi tetap harus beretika, jujur dan independen (netral).
Ya, saya juga setuju mencari uang di internet, kan tidak melulu harus didapat secara langsung dari blognya. Tapi bisa secara tidak langsung. Eman2 reputasi atau personal brandingnya yang sudah terlanjur dibangun kalau harus dicederai oleh hal-hal yang berbau ketidakjujuran seperti itu.
Tujuan memisahkan artikel dan menandai iklan itu sebetulnya baik juga buat kita sendiri, kok sebagai blogger publishernya. Artinya, kita bisa dibebaskan secara hukum kalau terjadi tuntutan ketidaksesuaian antara iklan dengan kenyataannya.
Berbicara iklan advertorial Carissa Puteri, artis yang diiklankan hilang itu saya jadi ingat review dari Mas Dhani di blognya. Saya sangat menghargai kejujurannya mau mengakui ke saya kalau belum mencoba sendiri aplikasi (WhatsApp) yang direviewnya dalam advertorialnya itu. Meski saya melihatnya ini termasuk berani juga gamblingnya. Bagaimana tidak, berani mereview produknya, tapi belum pernah menjajalnya sendiri. Tapi untunglah saya sudah menjajal sendiri kemampuan aplikasi WhatsApp. Dan hasilnya memang bagus sekali aplikasinya. Baik secara interface maupun fiturnya tak kalah sama aplikas BBM punya BlackBerry.
Sebenarnya malu mengakui, baru kali ini saya tau arti Advetorial sebenarnya. Kemarin mau nanya Paman Tyo melalui Twitter sedikit malu. Jadi ngga nanya, eh malah ada yang publish. Makasih, mas!
BalasHapusKaget:
BalasHapusTidak usah malu, Mas. Yang penting sekarang sudah tahu. :) Dulu awalnya saya juga tidak tahu artinya karena saya cari di kamus Inggris tak ada kata itu. Setelah baca buku Jurnalisme Sastrawi saya baru tahu apa arti kata Advertorial.
sebenarnya iklan yang ada sekarang itu kalau menurut saya adalah sebuah pelampiasan karena semua orang pasti bertanya untuk apa ngeblog kalau gak dapat $$$ dari internet sendiri,, itu seperti hukum ekonomi yang ada di masyarakat sendiri,, dan berkembang karena budaya berinternet di masyarakat,, terima kasih, demikian komentar saya, mohon ditanggapi,,
BalasHapusrezaprama:
BalasHapusTerima kasih atas komentar dari Anda, Mas. Saya akan coba tanggapi komentar Anda.
Sebetulnya pemakaian kata "Pelampiasan" kurang tepat, Mas. Yang lebih tepat keinginan untuk dapat $$$ itu memang tujuan. Bisa tujuan utama atau hanya tujuan sampingan sembari ngeblog saja.
Dan pertanyaan untuk apa ngeblog kalau gak dapat $$$ dari internet sendiri bisa saya jawab: Tidak selamanya orang ngeblog untuk mencari uang. Ini terdengar idealis dan munafik sekali, ya? Tapi faktanya ada yang demikian, ngeblog hanya untuk hobi. Yaitu menyalurkan hobi menulis. Masalah dari ngeblog terus nantinya dapat uang itu dianggap hanya efek sampingnya saja. Bukan tujuan utamanya.
Kalau berbicara hobi, berlaku pada hobi apapun termasuk hobi ngeblog, prinsip hukum ekonomi kebanyakan tidak jalan, Mas. Contoh ada orang yang hobi mengoleksi Mercy seperti Roy Suryo, mengoleksi barang2 antik, mengolekssi burung dll rela merogoh kocek sampai ratusan juta rupiah tapi tetap tak pernah berharap dapat untung dari hobi itu. Yang penting kesenangan didapat dan itu sudah cukup memuaskan orangnya.
iklan yang melayang2 dan sengaja minta di klik, memang sangat menyebalkan ahhahahahaha.....
BalasHapusDidik Kusdiyanto:
BalasHapusKalau saya menemui blog yang seperti itu di internet, itu adalah kunjungan saya yang pertama dan sekaligus terakhir, Mas Didik. Saya kapok berkunjung lagi. :)
Kalo saya tergantung konten yang ada didalamnya,Pak. Jika memang isi blognya memang sangat saya inginkan,saya akan tetap berkunjung meski ada iklan serampangannya.
BalasHapusAtau bisa jadi yang punya blog adalah sahabat yang saya kenal baik, maka dipastikan saya akan tetap terus berkunjung.
Tapi dari hati terdalam, saya merasa kurang sreg dengan iklan-iklan yang nampang dan sengaja minta diklik bahkan sebelum kita bisa melihat isi blognya.
bang aan:
BalasHapusIklan-iklan seperti itu sebetulnya amat merugikan, Mas. Pertama, merugikan advertiser karena akan bayar klik yang sia-sia akibat tak sengaja, bukan karena tertarik. Kedua, pengunjung jadi direpotkan karena harus klik menyingkirkan iklannya dulu baru bisa baca contentnya. Yang ke-2 ini ujung2nya merugikan bloggernya sendiri karena pengunjung jadi malas berkunjung kembali.
Kiranya ala etika Paman Tyo itu patut ditiru.. Karena disitu juga dapat dilihat adanya kejujuran dalam beriklan.. tanpa perlu tedeng aling-aling alias penyamaran.
BalasHapusDan saya suka geli dan sebel lihat metode iklan yang seperti ini... "Dan yang paling tidak etis saya sering menjumpai, contoh ada iklan melayang-layang sengaja dibuat menghalang-halangi artikelnya agar diklik pengunjung".. kesannya maksa.. Salam
bukannya kadang ada pemberi job review yang gak mau artikel reviewnya itu terlalu kelihatan kalo itu berbayar ya?
BalasHapustonykoes:
BalasHapusIklan seperti itu jelas sekali, Mas memang bertujuan memaksa pengunjung agar ngeklik.
adin:
Ya, ada advertiser yang keberatan kalau reviewnya (advertorial) disebutkan. Tapi ada juga yang tidak masalah dilabeli sebagai advertorial (iklan). Jalan keluarnya, ya gimana lagi advertiser punya hak memilih kita. Kita punya hak untuk menolak dan memilih yang lainnya, Mas. Jika terpaksa yang terpenting tetap berusaha jujur saja, sih Mas. Mereview apa adanya sesuai dengan kenyataannya. Jangan ditambah-tambahi.
Biasanya yg pake iklan2 melayang itu newbie, seperti saya. :D
BalasHapusTongkonanku:
BalasHapusGitu, ya! Mungkin juga.
Mas Feri ini sudah Internet Marketer, kok masih suka merendah bilang newbie. :)
wah, diskusinya jadi pangjang ya, hehe, setuju sih, karena sampai detik ini masih berada di wilayah kolumnis, dimana idealisme menulis masih di junjung tinggi. belum ada yang menawarkan jadi komersil, hehe, tergantung duitnya bisa menggoyahkan idealisme itu atau tidak.
BalasHapushanif mahaldy:
BalasHapusSepertinya itu jawaban yang paling realistis dan sesuai dalam prakteknya, Mas Hanif. Betul!
Sebenarnya ini suka-suka si blogger aja. Beli domain dan sewa hosting dia yang bayarin, ngapain yang lain ribut. Lagipula nggak ada paksaan harus buka blog tertentu. Pengunjung boleh melewatkan satu blog kalau dia nggak suka cara menulisnya.
BalasHapusAgus Siswoyo:
BalasHapusSaya juga suka dengan jawaban seperti itu seandainya saya tak memikirkan orang lain (pembaca+advertiser), Mas Agus. Ngapain Anda ribut, lha wong ini blog-blog saya. Betul! Saya juga akan berkata yang sama seperti ini. Namun pengunjung juga punya hak yang sama, yaitu tidak hanya melewatkan blog kita saja seperti kata Mas Agus, tapi bisa mengkatai kita blogger penipu kalau informasi yang kita papar di internet dan sengaja dishare publik ternyata banyak menyesatkan orang.
Memang, tidak menandai iklan belum sampai sejauh itu, sih sampai dikatakan penipu tapi mencampuradukkan iklan (advertorial) dengan editorial sama saja dengan menyesatkan pengunjung kalau tidak diberi tanda/batas yang jelas apalagi sampai nyuruh2 atau menjebak pengunjung agar melakukan klik. Ini jelas ada pihak yang dirugikan. Pengunjung dan advertisernya.
Hal-hal seperti itu saya rasa Mas Agus lebih paham ketimbang saya. Wong Mas Agus juga seorang internet marketer.
paman tyo sydah memberikan contoh yg baik :)
BalasHapusnice inpo kang.....
BalasHapushttp://3akses.blogspot.com