twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail
Tampilkan postingan dengan label Thailand. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Thailand. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 April 2011

Etika Menulis dan Memasang Iklan di Blog

AdvertisingAda tulisan menarik yang saya baca di blognya Paman Tyo beberapa hari yang lalu, di tulisannya yang berjudul "Satu Hati: Membantu Sesuai Kebisaan". Tulisannya sebetulnya adalah berupa Advertorial.

Apa itu Advertorial? Gabungan antara kata Advertisement dan Editorial. Artinya, sebuah tulisan (artikel) pesanan pengiklan dan dibayar.

Terlepas dari tulisan itu hanyalah sebuah iklan (dibayar) dan mungkin Anda berpikir apa menariknya sebuah iklan dibaca, tapi ada kata-kata yang menurut saya menarik, yang patut untuk dijadikan contoh buat kita semua. Terutama buat Anda yang seorang blogger sekaligus merangkap sebagai publisher.

Berikut bunyi kata-katanya yang ditulis dengan cetak miring di-note di akhir tulisannya:

* Sesuai nama kategori, tulisan ini berada dalam keranjang Advertorial. Artinya merupakan tulisan titipan atau pesanan, dan dalam kasus ini berbayar. Meskipun begitu keseluruhan isi adalah tanggung jawab saya.

Menarik! Itulah gaya Paman Tyo dalam menulis di blog, terutama dalam menulis artikel dan cara membedakannya antara artikel biasa dengan tulisan Advertorial. Mengapa menarik? Seringkali di internet saya justru menemui sebaliknya. Iklan dibuat dan ditulis dengan sengaja disamarkan seperti artikel. Iklan di blog sengaja disamarkan demi agar orang lain mau bersuka hati membaca artikelnya.

Ya, siapa, sih orang mau repot-repot baca iklan apalagi sengaja dikecoh atau dikelabuhi, kecuali hanya orang yang memang lagi butuh barang yang diiklankan. Benar? Dan yang paling tidak etis saya sering menjumpai, contoh ada iklan melayang-layang sengaja dibuat menghalang-halangi artikelnya agar diklik pengunjung.

Nah, kalau Anda ingin tahu bagaimana etika memasang iklan yang benar, contoh yang dilakukan oleh Paman Tyo itu bisa dijadikan rujukan. Dan rambu-rambu atau etika lainnya saya juga sudah pernah menuliskannya di blog ini. Kalau Anda berminat untuk membacanya, silahkan baca artikel "Anda Blogger Kolumnis Atau Komersial?" dan bila Anda ingin melihat contoh-contoh artikel Advertorial saya yang ada di blog ini, bisa klik link ini Advertorial.

Sumber Foto: Advertising


Bookmark and Share

Jumat, 07 Januari 2011

Inilah 3 Kerugian Kalau Anda Tidak Suka Menulis

Sekretaris

Kalau di artikel sebelumnya saya sempat menulis tentang 3 Keutungan Yang Akan Anda Dapatkan Dengan Menulis, maka kali ini saya ingin menulis sebaliknya. Yaitu apa, sih yang menjadi kerugian Anda kalau tidak suka menulis? Apa sebegitu penting keahlian tulis-menulis dibutuhkan di bidang pekerjaan Anda?

Saya harap Anda setuju dengan saya, bukankah hampir tidak ada satupun pekerjaan modern yang menuntut untuk berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain bisa dipisahkan dari unsur yang namanya tulis-menulis. Betul? Bukankah seringkali koordinasi dengan bawahan dan relasi Anda tidak selalu melalui komunikasi verbal secara langsung, tapi juga lewat tulisan, bukan?

Nah, saya akan berikan 3 saja contoh praktis di lapangan terkait kebergunaan keahlian menulis dalam dunia kerja offline. Saya akan paparkan terutama dari sisi apa, sih yang menjadi kerugiaannya kalau Anda tidak menyukai bidang tulis-menulis. Silahkan Anda simak baik-baik pemaparan saya berikut berdasarkan pengalaman pribadi saya serta pengamatan saya kepada rekan-rekan kerja di tempat pekerjaan saya.

1. Anda kesulitan menulis surat

Kalau Anda bekerja di sebuah perusahaan, terlebih Anda sudah duduk di level managerial rasanya hampir bisa saya pastikan sulit untuk bisa melepaskan diri dari yang namanya membuat surat, baik surat untuk korespondensi antara Anda dengan rekan-rekan kerja Anda, maupun surat-menyurat dengan relasi di luar perusahaan Anda. Betul?

Prakteknya, saya sering menemui orang yang sangat kesulitan untuk menulis surat ini walau itu hanya menulis tulisan selembar saja. Karena apa? Penyebabnya karena dia samasekali tidak suka dan terbiasa untuk menulis. Itu contoh yang pertama yang paling parah. Contoh yang kedua, saya juga beberapa kali menjumpai kawan saya yang butuh berjam-jam hanya untuk menulis surat atau email pendek saja.

Pertanyaan saya kepada Anda mengapa ada orang yang begitu kesulitan menulis surat? Jawabnya, yang menjadi penyebabnya sangat jelas karena orang tersebut pertama tidak pernah pacaran seperti di era jaman muda saya dulu yang masih suka pacaran pakai surat-suratan. He He He. Kedua, sudah jelas karena orangnya memang tak suka samasekali dengan kegiatan tulis menulis apalagi ngeblog sama seperti saya ini. Karena kalau orang sudah terbiasa menulis, menulis surat itu menjadi pekerjaan sepele yang sangat mudah. Ini kerugian yang pertama.

2. Bahasa Anda kurang logis dan sulit dicerna orang lain

Anda jangan berpikir dan selalu menyimpulkan kalau lulusan sarjana S1 dan level seorang manager selalu tulisannya lebih baik, tidak selalu. Yang seringkali terjadi justru sebaliknya. Saya banyak menjumpai rekan-rekan kerja saya yang notabene bukan orang biasa apalagi bodoh tapi tulisannya bertolak belakang, samasekali tidak mencerminkan kalau dia itu seorang intelektual apalagi level seorang manager sebuah perusahaan besar.

Mengapa saya berani mengatakan begitu, kalau kawan saya tersebut bahasa tulisannya tidak mencerminkan seorang intelektual dan seorang manager? Karena cara dia menulis sangat berbeda jauh dengan kepandaian bicaranya saat memimpin rapat. Cara menulisnya tidak logis, kalimatnya tidak runtut, berputar-putar sehingga sulit sekali untuk dicerna. Padahal, seandainya saja dia suka dan sering menulis saya jamin tulisannya tidak akan seperti itu. Berputar-putar tak karuan yang membuat orang bingung menangkap inti pesan yang disampaikannya.

Nah, kerugian kedua kalau Anda tidak suka menulis, tulisan Anda akan menjadi kurang logis dan sulit dicerna oleh orang lain karena tulisan yang baik hanya bisa didapat kalau Anda sering menulis. Anda jangan pernah berpikir hanya berbekal belajar teori tata bahasa saja Anda sudah pandai membuat tulisan yang baik? Tidak. teori saja tak cukup, Anda butuh sering praktek menulis.

3. Ketergantungan yang tinggi kepada orang lain

Anda pernah bepergian keluar negeri? Coba bayangkan misalnya Anda tidak menguasai bahasa penduduk setempat, terus penduduk di situ juga tidak menguasai bahasa Anda dan juga tidak menguasai Inggris. Bagaimana cara Anda berkomunikasi dengan orang-orang tersebut? Pengalaman ini pernah saya alami saat berkunjung ke negeri gajah putih Thailand. Dan analogi ini sangat berhubungan dengan kondisi yang dialami oleh orang di perusahaan yang tidak suka menulis.

Pertanyaan saya bagaimana cara saya berkomunikasi dengan orang-orang Thailand tersebut? Tentu yang paling mudah adalah pakai jasa Tour Guide atau seorang penerjemah yang menjadi mediator saya dengan orang Thailand tersebut untuk berkomunikasi. Contoh ini persis seperti di pekerjaan pun begitu saya mempunyai contoh nyata, benar-benar nyata, kawan saya seorang manager yang kemana-mana selalu butuh sekretaris untuk sekedar memberikan instruksi singkat (memo) ke bawahan apalagi menulis dan membalas email. Orang ini kemana-mana sulit untuk dipisahkan dengan sekretarisnya. Mengapa? Karena memang dia tidak bisa dan terbisa menulis dan membuat tulisan yang kalimatnya baik dan enak dibaca oleh bawahannya.

Ini kerugian ketiga kalau Anda tidak suka menulis. Anda sangat tergantung dengan orang lain. Anda tidak mandiri.

Itulah setidaknya minimal 3 (tiga) hal kerugian yang akan Anda alami di bidang pekerjaan jika Anda tidak suka menulis. Bagaimana dengan Anda sendiri? Apakah Anda masih sering kesulitan untuk menulis?


Sumber Foto: Secretary


Bookmark and Share

Minggu, 02 Mei 2010

Telkomsel: Izinkan Saya Untuk Menjengkelkan Anda!

Mobile AdvertisingEntah kenapa setiap ada sesuatu yang nggak umum, nyeleneh di luar kebiasaan, selalu bikin gemes saya. Terlebih sesuatu yang tidak umum ini sudah mengganggu atau mengusik kenyamanan saya. Terus, apalagi dilakukan oleh perusahaan operator besar, yang sudah selama 8 tahun ini menjadi patner setia saya dalam berkomunikasi.

Saya sebut saja perusahaan itu bernama Telkomsel. Market leader Telekomunikasi seluler yang sudah menguasai lebih 50% market share pelanggan seluler di Indonesia, yang kini jumlah pelanggannya sampai akhir April 2010 sudah mencapai lebih dari 82 juta orang.

Maaf, bagi yang belum memahami kultur saya tidak usah kaget. Saya orangnya suka terus terang, tak suka tedeng aling-aling seperti kawan blogger lain yang sangat santun kalau memprotes atau tak setuju dengan pihak lain dengan menghidden sebagian tek huruf kata-katanya.

Bukannya saya suka memancing kerusuhan, huru-hara atau perkara? Tapi saya senang dengan keterusterangan meskipun itu berpotensi ada pihak-pihak lain yang keberatan dengan keterusterangan saya ini.

Ngomong-ngomong apa yang sudah mengusik ketenangan saya? Jawabnya sebuah iklan. Tepatnya Iklan Menjengkelkan! Kalau selama ini yang sudah umum mengganggu ponsel saya adalah kebanyakan SMS Spam seperti SMS Broadcast, saya tak risau. Ada SMS SPAM Manager yang sudah melindungi ponsel saya dari gelombang serangan SMS Spam dari operator.

Tetapi tidak Iklan layanan mobile advertising menjengkelkan yang satu ini. Bagaimana tidak? Iklan, kok berupa Pop Up Screen, mirip dengan Screen Saver saja! Muncul tiap beberapa menit sekali di layar ponsel. Ini benar-benar Iklan Kreatif. Tapi Kreatif yang sangat menjengkelkan dan suka jahili orang namanya. Beda sama Iklan Pantene dari Thailand yang dulu pernah saya posting di blog ini, Iklannya memang bagus, kreatif dan tak hanya sekedar sebuah iklan. Atau sebuah Iklan Universitas di Jogja yang mengusik saya beberapa waktu yang lalu itu karena menarik kata-katanya.

Eit, tunggu, saya boleh saja terganggu, dan barangkali Anda juga. Tapi apa kata Sarwoto Atmosutarno, Dirut Telkomsel tentang mobile advertising yang menurut sebagian besar pelanggan sudah dianggap mengganggu ini: "Ini sebuah solusi baru untuk beriklan secara masif dan tepat sasaran," ujarnya.

Tepat sasaran?! Yap, betul sekali. Tepat sasaran sudah menembak saya. He....He.....Sayangnya, saya sudah terlanjur apriori dulu dengan iklannya gara-gara caranya yang suka nyelonong ke ponsel saya tanpa permisi.

Apakah Anda juga sudah pernah nemuin iklan mobile advertising yang kayak gini di ponsel Anda? Adakah yang tahu cara menonaktifkan atau memblock iklan Pop Screen seperti ini? Saya tunggu sharingnya, ya kalau ada yang tahu, terima kasih.




Bookmark and Share

Kamis, 04 Februari 2010

Anda Blogger Kolumnis atau Komersial?

blogger kolumnisBagaimana etika pasang iklan yang benar di blog? Sebelum saya menjawab dan menguraikan etikanya, jika berbicara etika pasang iklan yang benar, tentu sebaliknya ada cara yang kurang atau dianggap kurang etis dalam kaitannya memasang iklan di blog. Dalam posting saya sebelumnya saya sudah pernah menyampaikan sekilas tentang larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan dalam kaitannya dengan pemasangan iklan di blog.

Sedikit saya coba bandingkan blog dan jurnalisme. Kalau berbicara tentang iklan dalam jurnalisme, saya jadi ingat dengan salah satu buku yang pernah saya baca. Buku antologi liputan mendalam dan memikat yang berjudul "Jurnalisme Sastrawi' yang ditulis oleh Pantau. Dalam sebuah pengantar yang ditulis oleh Andreas Harsono dalam buku tersebut disinggung sekilas katanya jurnalisme di negara kita tidak sebaik di negara Thailand. Apa pasalnya? Karena di media negara kita tidak mengenal apa itu byline serta firewall. Byline adalah penyebutan nama si penulis cerita pada awal suatu laporan jurnalistik dan firewall adalah garis tipis yang dicetak di antara semua iklan dan semua berita sebagai simbol bahwa iklan dan berita tak boleh dibuat samar.

Masih menurut Andreas Harsono dalam buku tersebut, sedikit sulit untuk membedakan pada media kita mana yang iklan dan mana yang tidak karena iklan campur-aduk dengan muatan redaksional. Disebut Advertorial, gabungan kata Advertisement dan Editorial dan wartawan kita lebih dianggap kuli daripada orang kreatif, katanya.

Dalam bisnis online pun juga hampir sama agar iklan dan artikel tidak terlihat samar maka ada etika-etika atau rambu-rambu yang perlu kita perhatikan dalam kaitannya pasang iklan di blog. Kalau Anda pernah membaca beberapa TOS (Term of Service) perusahaan PPC (pay-per-click) di internet seperti Google Adsense misalnya maka disitu banyak disebutkan larangan-larangan yang tidak boleh Anda lakukan dalam kaitannya pemasangan iklan di blog Anda.

Berikut adalah secara umum etika yang benar dalam memasang iklan di blog:
  1. Memberikan tanda subtitle atau judul yang jelas pada sebuah iklan. Contoh jika iklan Anda dipasang di sidebar dan jenisnya PPC atau banner misalnya, berilah judul atau keterangan yang menyatakan kalau itu sebuah iklan atau advertisement dan jangan malah dibuat sengaja dengan mengaburkannya dengan tulisan seperti Related artikel atau apalagi memerintah seperti menyuruh agar diklik.
  2. Jika Anda juga main Paid Review di blog Anda, bedakan postingan Paid Review-nya dengan memberi kategori yang berbeda seperti Advertorial, Paid Review, atau keterangan lain yang menyebutkan bahwa itu iklan sehingga menjadi jelas kalau posting tersebut memang sebuah iklan, bukan artikel Anda.
  3. Berikan border pembatas antara iklan dan artikel postingan. Pada iklan seperti adsense misalnya tak jarang sengaja disisipkan ditengah-tengah artikel atau diantara posting artikel. Nah, agar bisa dibedakan antara iklan dan artikelnya, sebaiknya diberi border di batas iklannya.
Kesimpulan saya, blogger dan wartawan memang berbeda dan tidak bisa disamakan meskipun tidak sedikit wartawan yang juga nyambi menjadi blogger. Tapi blogger pun bisa menjadi kolumnis —seperti halnya wartawan kolumnis yang ada tuntutan seharusnya memang independen— dengan menulis artikel yang independen pula dengan tidak mencampur-adukkan iklan di blognya.

Sekarang pilihan terserah dan kembali kepada Anda. Apa ingin menjadi blogger kolumnis atau menjadi blogger komersial yang menulis semata-mata hanya demi uang belaka? Semua saya serahkan sepenuhnya kepada Anda untuk memilih.




Bookmark and Share

Kamis, 13 Agustus 2009

Why am I different from others?

Bukan karena ikut-ikutan akhirnya saya ikut mengulas tentang iklan ini. Tapi saya tak kuasa menolak tatkala hati ini memaksa agar saya menuliskannya juga. Iklan memang tetaplah sebuah iklan, sebuah ajakan agar kita memenuhi keinginan pembuat produk dari iklan tersebut untuk membeli produknya. Namun iklan ini sungguh lain daripada yang lain tidak seperti iklan pada umumnya yang penuh paksaan secara marketing. Tapi lebih seperti sebuah film dokumenter pendek yang bercerita tentang kisah perjuangan seorang gadis tuna wicara yang hendak mengikuti sebuah kontes musik klasik, ketimbang sekedar alat promosi marketing. Dan sama seperti ulasan pada blog Ndoro Kakung, tanpa sadar saya juga ikut terharu dan memaksa saya untuk turut tepuk tangan ketika melihat tayangan iklan itu selesai.

Kalau anda ingin tahu seperti apa silahkan lihat Video klip iklan Pantene yang dishare di Youtube seperti dibawah ini. Semoga anda tertugah seperti saya, seperti Paman Tyo, Ndoro Kakung dan Mbak Tika yang mengulasnya juga di blognya.



Hem,…sebuah suguhan yang berbeda memang selalu menarik untuk dilihat, sama seperti pakem karya SASTRA yang biasanya berdiri diantara sesuatu yang fiksi dan nyata. Berdiri diantara sebuah kemungkinan yang bisa menimbulkan banyak interpretasi berbeda-beda bagi penikmat karyanya. Inilah suguhan alternatif yang diciptakan dari sebuah proses yang kreatif oleh para pembuatnya. Sekali lagi, semoga ini juga bisa menggugah anda.


Bookmark and Share