twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Kamis, 21 Oktober 2010

Benarkah Gaya Tulisan Saya Subyektif dan Bombastis?

blogKemarin saya baru saja menulis opini tentang blogging: "Ngeblog Tanpa Tujuan, Buat Apa?" Dan hasilnya setidaknya saya menuai tiga reaksi yang cukup menarik menurut saya. Satu komentar datang dari Mas Darin yang kemudian tertarik untuk melanjutkan diskusi dengan menanggapi opini saya dari blognya. Jika Anda ingin baca artikelnya silahkan baca postingnya di sini.

Tanggapan kedua datang dari Mas Bayu. Sungguh diluar dugaan. Mas Bayu ini justru punya opini yang membuat saya terkejut. Dia dalam komentarnya bilang sebaiknya kita ngeblog tanpa tujuan. "Lalu tujuannya apa? Gak usah pake tujuan, ikhlas dan bermanfaat. Hoho," katanya. Bahkan saya semakin menjadi sangat kaget saat mengunjungi blognya. Jargon blognya benar-benar Ngeblog Tanpa Tujuan.

Komentar ketiga datang dari Mas Iskandaria. Kalau Mas Iskandaria ini berbeda 180 derajat dengan Mas Bayu. Keberatan kalau ada blog disebut tanpa tujuan. Dia protes dan tak setuju dengan opini saya. Protes kalau blog yang punya ciri-ciri tanpa iklan dianggap blog tidak jelas dan tak punya tujuan. Dan yang kedua, tak setuju jika menutup kolom komentar blog dikaitkan dengan tujuan ngeblog.

Nah, lewat tulisan ini saya tak bermaksud untuk memperpanjang perbedaan pendapat ini. Karena yang namanya opini memang selalu rawan untuk diperdebatkan. Dan saya bisa menerima dan menghargai kalau ada blogger lain yang coba berbeda pendapat dengan saya.

Hem, namun saya sedikit terusik saat baca komentar Mas Bayu di halaman About Me blog saya ini. Mas Bayu dalam komentarnya bilang kalau gaya menulis saya Subyektif dan Bombastis.

Benarkah? Benarkah gaya tulisan saya demikian? Saya tak ingin mengamini atau menolak pendapat tersebut. Biarlah pembaca saja yang menilainya.

Terkait dengan gaya tulisan ini, saya ingin mengemukakan sebuah opini menarik terkait hal ini. Katanya, tulisan seseorang bisa mencerminkan siapa diri dia sesungguhnya. Darimana asal suku dan daerahnya. Apa latar belakang profesi dan pendidikannya. Dan satu lagi, biasanya tingkat emosi tulisannya berkaitan erat dengan umur dan kedewasaan penulisnya. Benarkah begitu? Anda boleh percaya boleh tidak.


Bookmark and Share

9 komentar:

  1. Saya rasa ini anggapan terlalu berlebihan. Bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan.

    BalasHapus
  2. Jeprie:
    Anggapan yang terlalu berlebihan ya, Mas Jeprie? He He. Terima kasih. :D

    BalasHapus
  3. Saya setuju dgn mas Jeprie, sudah wajar kok apabila Tulisan Pada Blog sebagai tempat bertemunya dua hal yang saling berlawanan, dua jenis yang saling bertolak belakang, dan dua pendapat yang saling berseberangan. :P Pis Pis Pis Mas Djoko

    BalasHapus
  4. Lintang Hamidjoyo:
    Orang bijak pernah berkata tingkat kedewasaan sesorang bisa diukur dari sejauh mana dia bisa menyikapi sebuah perbedaan. Betul ya, Mas Lintang? :D

    BalasHapus
  5. @Mas Joko, bener mas, hehehe, kalo gak ada perbedaan kurang seru mas.. :p

    BalasHapus
  6. Subyektif dan bombastis itu konotasi positif apa negatif yah?

    BalasHapus
  7. Muhammad Rizki Fadillah:
    Kalau menurut Mas Rizki sendiri gimana? Positif apa negatif?

    BalasHapus
  8. kalau dibilang subyektif sih, saya rasa semua blog memang harus subyektif. Blog itu kan media yang sifatnya personal?

    Jangankan blog, lha media massa seperti Kompas, Tempo, Republika dsb, saja tidak murni obyektif kan? Setiap media pasti punya ideologi sendiri. Peristiwa yang sama bisa saja disajikan dengan cara yang berbeda.

    kalu dibilang bombastis, well, we can't please anyone... hehehe

    BalasHapus
  9. Huda Tula:
    Terima kasih buat dukungannya, Mas Huda. :)

    BalasHapus