twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Rabu, 25 Mei 2011

Menulis, Antara Menjadi Kolumnis Dan Kebutuhan Perut

Menulis
Apakah Anda seorang blogger (penulis)? Pertanyaan saya, apakah Anda memposisikan diri sebagai Kolumnis di blog Anda, atau sebagai pebisnis? Kolumnis, artinya kalau Anda menulis murni, pyur untuk menyalurkan hobi, pandangan, dan pikiran maupun idealisme Anda kedalam bentuk tulisan tanpa ada maksud kepentingan komersial di dalamnya. Pebisnis, kalau Anda menulis di blog bertujuan (akhir) untuk mencari duit. Entah sebagai sampingan (sambian) yang akhirnya menghasilkan uang, atau dari awal ngeblog memang karena tujuan monetize, berharap dapat uang.

Jujur, jika pertanyaan itu ditujukan kepada saya, saya pun akan bingung juga untuk menjawabnya. Mengapa? Karena khusus di blog ini sebetulnya tujuan saya menulis, mengisi content di blog hanya sebagai kolumnis, sebagai penyalur hobi menulis, untuk menyalurkan keresahan-keresahan, pandangan dan opini saya. Lain tidak. Jika Anda mengikuti blog ini sejak awal, awalnya memang terlintas pernah ingin mengkomersialkannya di awal-awal ngeblog. Kemudian dengan berjalannya waktu keinginan itu berubah haluan tidak untuk monetize sehingga tagline blog ini pun seperti Anda tahu dan baca hanya tertulis “Sebuah Opini dan Catatan Harian”. Bukan bertagline Bisnis Online seperti umumnya blog yang ditujukan untuk monetize, bertujuan untuk mencari duit dari internet.

Tapi kini, semuanya sudah berubah. Berubah? Ya, saya sudah tidak menjadi kolumnis murni lagi di blog ini. Karena demi kebutuhan perut, alasan klasik, seiring makin ramainya blog ini serta mampirnya beberapa tawaran job menulis dari beberapa produsen membuat saya terpaksa harus menulis iklan di sela-sela postingan-postingan saya untuk memenuhi pesanan dari para advertiser.

Lewat tulisan ini, jika Anda yang baca tulisan ini adalah pembaca rutin blog ini, baik yang berkunjung secara langsung maupun yang berlangganan lewat RSS dan email, saya dengan tulus memohon maaf kepada Anda atas ketidaknyamanan ini, bila suatu saat artikel yang Anda baca ternyata berupa iklan, tidak seperti artikel yang seperti biasanya saya tulis.

Hem, kedengarannya pemberitahuan ini sedikit telat, ya? Bukankah sebelum saya menulis ini sudah pernah beberapa kali menulis iklan Advertorial di blog ini? Benar, namun mungkin baru sedikit dan belum ajeg (rutin). Kedepan, karena beberapa advertiser sepertinya mulai melirik blog ini untuk meminta direview produknya maka dalam sebulan paling tidak, harapan saya, nantinya akan ada satu advertorial saya tulis di blog ini.

Lantas cara untuk membedakannya artikel dan iklan gimana? Gampang, antara artikel umum dan tulisan iklan, silahkan Anda lihat di bawah judul artikelnya. Untuk tulisan pesanan pengiklan, labelnya akan saya tandai dengan tanda khusus dengan label “Advertorial”. Jadi, apabila suatu saat Anda berkunjung ke blog ini menjumpai dan membaca ada postingan yang bertag Advertorial, itu adalah tulisan yang saya maksud. Tulisan iklan berbayar untuk memenuhi pesanan produsen atau pihak advertiser.

Akhirnya, sama seperti tulisan saya di artikel ini, baca “Antara Idealisme, Tuntutan Independen, dan Inkonsistensi Seorang Blogger”, meski saya beriklan tapi independensi dan kejujuran tetap akan saya junjung tinggi. Artinya, saya tetap konsisten memegang prinsip ini. Saya tak akan menulis A jika kondisinya B. Tak akan menulis review baik jika kondisinya buruk. Bahkan akan tegas menolak jika produk pengiklannya buruk sehingga tak pantas untuk direview. Saya tetap berkomitmen tak akan mengorbankan reputasi saya demi segebok uang dengan menggadaikan ini. Kejujuran. Ini janji sekaligus komitmen saya.

Meski saya berharap Anda tak keberatan akan perubahan ini tapi perlu juga saya tanyakan kepada Anda. Pertanyaan saya, apakah Anda tidak berkeberatan dengan pemasangan iklan di blog ini? Terima kasih sebelumnya saya ucapkan bagi siapa saja yang mau meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan ini.


Bookmark and Share

24 komentar:

  1. "apakah Anda tidak berkeberatan dengan pemasangan iklan di blog ini?"

    Kalau saya siy tidak masalah pak. Karena saya sudah tahu mana yang iklan dan mana yang bukan. Dan tentu saja saya tak akan meng-klik iklannya LOL

    Mengengai tulisan advetorial. Saya merasa pak joko mempunyai keunikan dalam gaya tulisannya. Saya tidak melihatnya sebagai sebuah review berbayar, tapi lebih kepada informasi. Mengenai ada link-link khusus ke "pemberi kerja", saya rasa sangat wajar sperti artikel2 lain pada umumnya, dan tentu saja saya mungkin akan meng-kliknya bila itu membuat saya penasaran.

    Tapi sekali lagi, tergantung kebutuhan saya sebagai konsumen, apakah akan membeli atau tidak. Itu aja.

    Jadi intinya adalah tidak mengapa menjadikan blog catatan keseharian sebagai bahan sampingan mencari uang. Toh saya rasa setiap orang juga butuh uang. LOL

    BalasHapus
  2. Bagi saya tidak masalah kok kalau Bapak mau menulis advertorial. Yang penting Bapak jujur dalam tulisan advertorial tersebut, seperti yang Bapak jelaskan dalam tulisan ini.

    Saya sih lebih senang membaca tulisan advertorial dilihat dari sudut pandang pengguna. Berdasarkan pengalaman bagaimana menurutnya produk tersebut. Kalo bagus ya dibilang bagus, kalo jelek ya dibilang jelek. Dan bukannya tulisan yang memuja-muja produk padahal pake aja belum pernah. ;))

    Tulisan advertorial ini bagi saya anggap saja buat referensi saya juga nantinya kalau ingin pake produk tersebut. :D

    BalasHapus
  3. kalau yg tak pernah berusaha mencari duit dari iklan di tulisan tulisannya, saya tidak pernah mencari uang dari blog saya, hehehe

    jadi saya hanya menulis apa saja yang saya "rasa" perlu saya tumpahkan ;)

    BalasHapus
  4. Hihihi saya suka dengan komentar sawdari kimi. Sebelumnya memang saya sama seperti mas joko. dan saya juga baru dalam pembuatan sebuah blog yang saya sering gunakan untuk tempat menulis. Tapi menurut saya kejujuran adalah awal dari kenyamanan pembaca untuk datang dan menikmati apa yang kita suguhkan dalam tulisan yang kita buat. jadi saya tidak ada masalah pada saat membaca iklan di rumah bung joko ini.. hehehe btw sudah dapet banyak jeweran ya..

    BalasHapus
  5. Monggo dilanjut Mas advertorialnya siapa tau nanti saya bisa ikutan beriklan dan tentunya sudah jamak perlunya menampung permintaan para pengiklan karena melihat reputasi dan blog cukup konsiten.

    BalasHapus
  6. Komentar saya mungkin tak jauh beda dengan tempo hari, bahwa sepanjang masih terkandung nilai informasi pada tulisan advertorial tersebut, ya tidak ada masalah sih bagi saya. Siapa tahu saya memang belum mengetahui informasi yang terkandung pada tulisan advertorial tersebut. Kan bisa sekalian menambah wawasan/pengetahuan juga.

    Lagipua, tulisan review/advertorial Pak Joko menurut saya cukup objektif dan ada nilai edukasinya juga. Di luar itu, yang paling penting sebenarnya yaitu proporsi antara tulisan biasa dan tulisan advertorial. Kalau separuhnya berupa tulisan advertorial atau bahkan lebih banyak lagi, ya bisa berabe juga :-D

    Selamat Pak Joko. Kayaknya lagi banjir rejeki nih setelah jadi publisher IBN. Saya rasa itu juga berkah dari konsistensi Pak Joko dalam menulis sesuai jati diri dan karakter selama ini.

    Masalah jika blog ini mau dipasangin iklan, itu hak Pak Joko sepenuhnya sebagai pemilik blog. Sepanjang iklannya memang membuat saya tertarik atau penasaran, pasti akan saya klik. Kecuali saya sudah mengetahui informasi di balik iklan tersebut atau sudah pernah mengunjungi situsnya.

    BalasHapus
  7. Laris manis mas, lebih bingung saya mas, saya tidak pandai menulis, dan belum laku job reviewnya :'( WKWKWKWKK

    BalasHapus
  8. Mbah Joko yang punya blog sih, jadi yang lebih wajar memutuskan itu adalah mas sendiri...


    kalo kami keberatan pasti tidak mampir lagi toh... hehehe

    BalasHapus
  9. Kolumnis atau Pebisnis? Saya juga kalau diberi pertanyaan itu sedikit bingung. Mungkin lebih condong ke Kolumnis.

    Hmmm, tentang pemasangan iklan, entah kenapa saya malah merekomendasikannya pak. Saya lebih sreg bila blog itu beriklan, tapi ngga jor-joran lho ya. Maksudnya yang proporsional saja, karena kesannya blog itu jadi profesional.

    Dan untuk tulisan advertorial, saya setuju dengan pendapat Kimi di atas. Tulisan bapak bisa jadi acuan pembaca juga bila ingin memakai produk yang di-review. :)

    BalasHapus
  10. Ada perbedaan penting antara iklan (advertorial) di blog dengan di media lain. Salah satunya adalah si calon konsumen produk yang diiklankan tersebut bisa berinteraksi langsung dengan blogger yang menuliskannya. Hal ini tak bisa dilakukan dengan iklan/adv di media lain semisal koran atau teve. Lebih dari itu, adv di blog lebih terpercaya, karena biasanya calon konsumen juga melihat siapa yang mengiklankannya.

    Ada beberapa majalah/tabloid yang menuliskan tag berbunyi "Isi/materi iklan di luar tanggung jawab redaksi" di bawah setiap iklan atau adv yang mereka pasang. Tag semacam itu jelas membuat calon konsumen berkurang kepercayaannya, baik pada isi iklan itu maupun pada majalah/tabloidnya, karena seolah mereka hanya mau menerima uang dari iklan tersebut tapi tak mau bertanggung jawab.

    Hal itu berbeda dengan blog, setidaknya sejauh yang saya tahu selama ini. Ketika seorang blogger menulis adv, dia membuka diri untuk berinteraksi dengan pembaca/calon konsumen produk yang diiklankannya. Pendeknya dia bertanggung jawab atas apa yang ditulisnya menyangkut iklan itu. Karenanya, saya pun lebih suka (dan lebih tertarik) membaca adv di blog daripada di tabloid/majalah.

    Jadi, apakah saya tidak keberatan ada iklan/adv di blog ini? Tentu saja saya tidak keberatan, selama Pak Joko tetap menjadi Joko Sutarto yang saya kenal selama ini. :)

    BalasHapus
  11. Diantara dua pilihan sulit. Sepintas kalau orang lain bertepatan membaca Advertirial mungkin akan menilai urusan perut. Tapi, bagi mereka yang terus mengikuti akan berfikiran lain ketika konten yang dihasilkan mempunyai nilai lebih. Nilai lebih yang dipertimbangkan, bukan advertorialnya. Inilah kesalahn pembaca sekarang!

    BalasHapus
  12. Ah, saya nggak keberatan, kok, ha wong yang punya blog Mr. Joko... lol

    ssst....alasan lainnya sih, saya juga pengen 'sedikit' merubah haluan ke arah itu, Mas. Boleh kan?

    BalasHapus
  13. Selama isinya bisa dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan kebutuhan pembaca --bukan sekadar iklan membabi buta-- saya pikir tidak akan ada yang keberatan.

    Yang penting ada value yang bisa diperoleh pembaca.

    BalasHapus
  14. rismaka:
    Terima kasih, Mas Adi atas pujian dan dukungannya. :)

    Kimi:
    Ya, Mbak Kimi. Jujur itu akan menjadi komitmen saya. Advertorial seharusnya begitu, tetap mereview dari sudut pandang konsumen atau pengguna. Dan advertorial yang baik mestinya bisa jadi bahan referensi dari sesama pengguna. Saya setuju sekali.

    jarwadi:
    Berarti Mas Jarwadi masih menjadi kolumnis murni. Saatnya nanti jika ada tawaran datang gimana, Mas? HeHe

    sibair:
    Terima kasih buat dukungannya, Mas. Sama seperti jawaban saya ke Mbak Kimi, saya akan berusaha mempertahankan kejujuran itu. Itu komitmen saya.

    Agus:
    Terima kasih atas supportnya, Mas Agus.

    Iskandaria:
    Terima kasih, Mas Is. Saya akan selalu berusaha untuk obyektif.

    Oh, ya Mas yang Indosat kemarin apa nggak dapet? Setahu saya kemarin butuh 100 publisher.

    MisterXWebz:
    Nanti akan tiba gilirannya buat Mas Didik. Sabar, ya Mas. :)

    honeylizious:
    Terima kasih, Hani. Berarti tak keberatan, ya? Jangan kapok, ya untuk datang kemari.

    Darin:
    Ya, salah satu kebahagian dalam menulis review advertorial selain dapat bayarannya, tentu saja adalah itu, Mas Darin. Senang kalau tulisan kita jadi acuan atau referensi pembaca sebelum memutuskan pakai produknya. Benar sekali.

    Hoeda Manis:
    Situs besar seperti media memang punya reputasi besar dan trust yang lebih terpercaya. Namun, saya setuju bahwa blog juga tak kalah dalam memberikan sisi kepercayaan itu kepada pembaca karena diulas secara personal, yang mewakili dari sama-sama pengguna. Ini kelebihan dari tulisan di blog.

    Ya, media memang tak pernah menanggapi atau membalas komentar. Ini berbeda dengan blog yang bloggernya mau beinteraksi dengan pembacanya. Termasuk menjawab setiap pertanyaan dari pengunjung.

    Terima kasih buat dukungannya, Mas.

    Kaget:
    Nilai lebih itu yang sedang saya pelajari, Mas. Bagaimana agar selalu ada timbal baliknya. Pembaca mendapatkan value dari apa yang saya tulis meski sebetulnya dari sebuah iklan advertorial.

    DewiFatma:
    Terima kasih dukungannya, Mbak Dewi.

    Boleh, Mbak. Ayo saya tunggu kapan bergabung di IBN dan menjadi publisher disana.

    Jeprie:
    Terima kasih, Mas Jeprie. Memberi value, saya akan berusaha, Mas memberikan ini kepada pembaca meskipun dari tulisan iklan advertorial.

    BalasHapus
  15. Pak Joko,

    Saya memang nggak dapet job review Indosat. Berhubung saya juga sudah lama nggak pakai layanannya dan mungkin sang advertiser juga membaca postingan saya tentang Voucher Simpati Telkomsel tempo hari :)

    BalasHapus
  16. iskandaria:
    Oh, sayang sekali, Mas Is kalau gitu. Berarti sama juga kasusnya dengan saya, karena bukan pengguna Indosat jadinya tak dilirik oleh advertisernya. Padahal, saya juga pengguna CDMA starone buat telpon yang di rumah. Namun, memang jarang mereview dan lebih sering mereview rivalnya, Telkomsel.

    BalasHapus
  17. Dalam prakteknya, sebenarnya tidak ada pembeda kapan menulis untuk kebutuhan cari uang kapan tidak. Keduannya sama-sama kegiatan mikir, mengumpulkan referensi, diramu menjadi sajian yang menarik dan mendapat respons pembaca. Itulah yang saya selami sebagai profesi penulis.

    Jangan-jangan yang selama ini suka mengungkit-ungkit dan menciptakan gap penulis matre dan penulis bermoral cuma orang luar yang nggak ngerti keseharian seorang penulis. Who knows!

    BalasHapus
  18. Agus Siswoyo:
    Kalau dari sisi kita (penulis) saya setuju, Mas. Karena saya pun tetap akan memperlakukan sama, baik menulis sebagai kolumnis maupun penulis advertorial (berbayar). Masalahnya, pembaca tidak, tak semuanya paham dan mengerti dengan hal ini.

    Contoh saat menulis advertorial tetap dicurigai karena pesanan makanya dibuat-buat atau ada ketidakjujuran disana. Padahal, sejatinya ya tidak, tetap sama. Menulis advertorial, kan ada unsur editorial di dalamnya. Editorial, ya sama seperti artikel. Ini mewakili opini penulis, bukan produsen.

    BalasHapus
  19. saya malah suka blog yang tampilannya ramai.

    BalasHapus
  20. FaceLeakz:
    Maksudnya ramai macem-macem gitu, ya? Termasuk ada advertorial dan iklannya

    BalasHapus
  21. Tidak masalah selama jujur and "gak jualan banget", hehe

    BalasHapus
  22. Gokil:
    Terima kasih, Mas dukungannya. :-)

    BalasHapus
  23. Menulis antara menjadi kolumnis dan kebutuhan perut jadi satu paket ya ga dosa juga mas Joko :) Toh menulis jg bagian dari survival kalo aku bilang hehe. Perlu uang untuk bayar hosting kan utk kelangsungan blog? why not? enjoy ajah asal masih sesuai takaran alias ga lebay :D

    BalasHapus
  24. Ella:
    Terima kasih buat dukungannya Mbak Ella. :)

    BalasHapus