twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail
Tampilkan postingan dengan label Lumpur Lapindo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lumpur Lapindo. Tampilkan semua postingan

Rabu, 02 Februari 2011

Twitter, Benarkah Sebuah Ancaman?

Ancaman TwitterAda tulisan menarik yang ditulis oleh Butet yang berjudul: "Jama’ah Al Twitteriyah" yang saya baca dari milis Telematika. Butet Kartaredjasa menulis tentang Twitter dan coba berimajinasi ke masa lampau bagaimana jadinya kalau Twitter misalnya sudah lahir di era Pangeran Diponegoro. Apa jadinya?

Apa jadinya lagi jika kelak manusia modern seperti sekarang ini yang sudah serba maya, tak bisa lagi dijamah kemanusiaannya karena mereka telah menjelma jadi kepingan angka dan huruf saja.

Itu pernyataan menarik yang telah dilontarkan oleh Butet dan menurut saya sangat dalam sekali maknanya karena membuat kita jadi merenung.

Dan kalau ini saya coba kaitkan dengan pernyataan kontroversial Menhan Purnomo Yusgiantoro beberapa waktu yang lalu yang mengatakan kalau Twitter adalah sebuah ancaman nonmiliter bagi sebuah negara maka tulisan Butet ini sangat relevan untuk menjawab fakta yang dikuatirkan Pak Menhan tersebut.

Namun, kalau saya boleh berpendapat ketakutan Pak Menteri di sisi lain juga terlalu berlebihan kalau menyikapi Twitter sebagai sebuah ancaman. Buktinya, tak semua gejolak sosial dan ketidakadilan yang ada di negeri ini sukses mencuat dan menuai dukungan massa dari Twitter atau social media.

Anda ingin contoh? Kasus Lapindo salah satunya. Kenyataannya dukungan social media tak sekencang dukungan terhadap kasus Prita Mulyasari meskipun faktanya bencana Lapindo lebih menyengsarakan banyak orang, termasuk saya (penulis) ketimbang kasus Prita yang menimpah hanya satu orang saja. Jadi kesimpulan saya tetap ada faktor lain yang menjadi pemicunya selain hanya sekedar mempermasalahkan Twitter saja.

Urusan blokir-memblokir internet memang menjadi isu sensitif, bahkan di negara Mesir sampai saat tulisan ini saya tulis masih berlangsung pemblokirannya sehingga otomatis akses ke internet, salah satunya ke situs social media seperti Twitter juga menemui kendala di sana.

Untungnya akhirnya Google Inc meluncurkan layanan khusus yang memungkinkan rakyat di Mesir mengirim pesan Twitter (tweets) mereka dengan menghubungi nomor telefon dan menyiarkannya lewat pesan suara. Lalu pesan suara tersebut secara otomatis diterjemahkan menjadi pesan yang dikirim di Twitter.

Berikut adalah kutipan selangkapnya tulisan dari Butet yang dimuat dalam majalah pesawat Garuda mengenai Twitter. Selamat Membaca.

Jama’ah Al Twitteriyah
Oleh: Butet Kartaredjasa

BAGAIMANA KALAU di zaman perang Diponegoro, 1825-1850, sudah ada Twitter? Pasti cerita sejarah akan beda! Itu memang pertanyaan iseng imajinasi kita bisa melayang ke mana-mana untuk menjawabnya. Jika memang era digital datang lebih awal, aneka kisah yang selama ini dikenal sebagai ikon historis akan berwarna lain. Tentu orang tidak akan menemukan gambaran heroik Sang Pangeran memacu kuda dengan menghunus keris seperti selalu digambarkan dalam lukisan dari patung perjuangan. Bisa jadi komunikasi Sang Pamngeran kepada para panglima perang di lapangan cukup dikendalikan lewat Twitter. Bahkan solidaritas sosial membarung kemarahan terhadap Kompeni Belanda kemungkinan tidak hanya membakar hati orang jawa, namun juga orang se-Nusantara akan ramai-ramai terprovokasi berjihad di tanah Jawa, sama persis dengan kekuatan daya hasut Facebook ketika membela Prita yang suatu kali berhasil memetot emosi manusia untuk menyokong perlawanannya terhadap rumah sakit yang berseteru dengannya.

Dan sebaliknya, Twitter juga bisa menuntungkan VOC. Kompeni Belanda tentu saja tak bakal kobol-kobol anggarannya melayani Perang Jawa. Menangkap Sang Pangeranpun tentu semudah pencet tombol karena posisi persembunyian segera diketahui satelit VOC. Dengan kekuatan budaya digital yang luar biasa itu, bagi kedua pihak, semuanya jadi mudah dilakukan. Serba Hemat.

Seru, kan? Apalagi kalau kemudian kita mengimajinasikan tentetan peristiwa demi peristiwa selanjutnya. Bisa jadi kita enggak bakalan mengenal teks Proklamasi tulisan tangan Bung Karno yang goresannya sangat karakteristik itu, karena jangan-jangan Bapak Bangsa itu akan menciptakan naskah Proklamasi tak lebih dari 140 karakter huruf.

AJAKAN BERFANTASI ini semakin menyadarkan, betapa kuat dan dahsyatnya media sosial itu berperan mengubah masyarakat. Revolusi teknologi digital itulah penyebabnya. Dengan mengimajinasikan peristiwa masa lalu, orang lalu membayangkan betapa masa depan akan semakin diwarnai perubahan yang serba muskil dan ganjil. Semua serba tak terduga. Kekuatan imajinasi sepertinya akan selalu terlambat membayangkan percepatan perubahan itu. Selagi orang ingin membayangkan, teknologi informasi berbasis digital memberikan jawaban selangkah lebih maju dari yang sekadar dibayangkan.

Kitapun tahu, temuan-temuan baru inovatif yang semula menunjukkan kecerdasan akal budi manusia, terkadang justru tanpa sengaja membunuh tradisi dan kebudayaan yang sebelumnya telah hidup mengakar. Bersamaan dengan dimudahkannya masyarakat dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan oleh teknologi informasi, masyarakat pelan-pelan akan kehilangan adat istiadat, tata krama, dan nilai-nilai lain yang sebelumnya mewarnai kehidupan kebudayaan.

Hari ini manusia Jawa masih selalu terlihat santun, kepala menunduk tatkala menghadap atasannya. Percayalah, tak sampai setengah abad lagi, adegan seperti itu mungkin hanya bisa dinikmati dalam diorama museum antropologi. Teknologi seluler menhancurkan batas-batas hubungan atasan bawahan, karena mereka lebih enjoy berkomunikasi melalui SMS. Tak ada lagi ketegangan garis komando antar jendral dengan kopral, antara sultan dengan abdi dalem, antara presiden dengan jubir. Bahkan saking egaliternya hubungan antar manusia, mereka bisa saling ledek melalui Twitter dan Facebook.

Sekarang gejala perubahan itu terlihat gamblang. Berbagi ilmu pengetahuan tak harus melalui celoteh dosen di depan ruang kelas. Kini banyak jama'ah Al Twitteriyah (maksudnya para pemilik akun Twitter) membagi kepandaian dan pengetahuannya melalui apa yang diistilahkan “kultwit” (kuliah twitter). Aneka isu mutakhir dan persoalan-persolaan kontemporer di bidang politik, filsafat, ekonomi, sosial dan budaya dikuliahkan secara nirbayar alias gratisan. Para follower bisa menyantap pengetahuan dimana saja. Sebuah tradisi pembelajaran yang berubah revolusioner. Selain dengan browsing serapan pengetahuan, bisa datang dari mana saja. Dari ruang kelas masuk ke ruang super privat.

Dengan kedahsyatan yang luar biasa ini, kitapun lalu bertanya, kelak masih adakah stamina orang melakukan kegiatan baca buku dengan intens? Masih tersediakah waktu untuk mendengarkan wejangan guru? Apakah nantinya orang masih bisa merasakan kehangatan persahabatan antar manusia. Saya justru khawatir kalau kelak manusia serba maya, tak bisa lagi dijamah kemanusiaannya karena mereka telah menjelma jadi kepingan angka dan huruf saja.

Sumber Foto: Twitter


Bookmark and Share

Sabtu, 11 Desember 2010

Pengalaman Memanfaatkan Dahsyatnya Corong Twitter

Corong Twitter

Ini mungkin pengalaman pertama kali saya membalas (reply) tweets seorang tokoh penting. Biasanya saya cuma jadi pendengar yang baik buat kicauan-kicauan mereka di Twitter. Tapi untuk kali ini tidak. Saya terusik, seperti tersengat listrik saja saat begitu mendengar ada kata-kata Lumpur Lapindo disebut-sebut dalam tweet seseorang di Twitter. Dan tokoh yang menyebut Lumpur Lapindo itu adalah salah satu tokoh yang cukup berpengaruh di negeri ini. Seorang sastrawan, seniman, wartawan, juga kolumnis yang keberadaanya benar-benar mulai langka ada di negeri ini. Mengapa? Karena sikap idealis sang tokoh ini yang tetap kokoh memegang prinsip, tidak tergerus oleh jaman yang membuat orang mudah dibeli karena iming-iming uang.

Siapa tokoh penting itu? Tokoh itu adalah salah satu tokoh terkenal yang populer dengan Catatan Pinggir-nya di kolom majalah Tempo, yang sekaligus adalah salah satu orang pendiri dari majalah itu. Ya, dia adalah Goenawan Mohamad. Sang sastrawan yang saya ikuti di Twitter.

Lantas pengalaman dahsyat apa yang saya alami ngetweet di Twitter dengan Goenawan Mohamad? Silahkan Anda lihat hasil capture Twitter saya di bawah ini.


Mentions Twitter

Peristiwa dahsyat itu terjadi tepatnya kemarin malam, pada hari Jumat, 10 Desember 2010 sekitar pukul 18:30 WIB saya membalas tweet Goenawan Mohamad. Dan saya tak menyangka ternyata tweet saya sukses menarik simpati Gonawan Mohamad sehingga menyebabkan tokoh itu me-Retweet reply dari saya. Anda tahu berapa follower Goenawan Mohamad? Sebanyak 41.533 orang pengikut.

Hem, memang angka segitu masih belum terlalu besar, sih kalau pembandingnya adalah artis terkenal atau pejabat publik yang jumlah followernya bisa mencapai jutaan. Tapi Anda harus ingat, artis dan pejabat adalah orang yang royal duit. Bisa aja mereka memang membeli simpatisan follower pakai uang mereka. Ingin bukti? Baca tulisan saya yang ini "Inilah 7 Contoh Pengemis Nggilani Yang Banyak Bergentayangan di Facebook dan Internet."

Bagi yang belum familiar apa itu Twitter, saya perlu jelaskan sedikit, dengan tweet saya sudah di-Retweet Goenawan Mohamad sama saja saya seperti berteriak menggunakan megaphone dengan amat keras lalu teriakan saya itu didengarkan oleh 41.533 follower Goenawan Mohamad yang ada di akun Twitternya. Dan bukan hanya itu sempat saya hitung lewat Mentions Twitter saya, ada sebanyak enam kali teriakan tweet melakukan Retweet ulang tweet saya.

Apa itu tidak dahsyat untuk ukuran saya, yang hanya orang biasa-biasa saja tak seterkenal seperti Luna Maya yang dulu juga sempat sukses memerahkan telinga para awak media infotainment lewat Twitter gara-gara makian pelacurnya kepada wartawan infotainment?

Terlepas ini dahsyat apa tidak, paling tidak ada puluhan ribu pasang kuping mendengarkan atau puluhan ribu pasang mata memelototi Timeline tweet dari saya. Saya tidak tahu persis apakah salah satu diantara follower Goenawan Mohamad ada Aburizal Bakrie di sana. Tetapi, seandainya tidak ada pun saya yakin tetap ada salah satu antek-anteknya ada yang turut mendengarkan tweet saya. Meski katakanlah saya tidak berhasil mengingatkan Aburizal Bakrie untuk menyelesaikan tanggung jawabnya mengganti rugi saudara-saudara saya di Sidoarjo, termasuk saya. Dengan berteriak dan sudah didengar dan membuat kuping mereka panas, itu sudah lebih dari cukup buat saya. Biar mereka tidak dengan enak-enakan tidur nyenyak menelantarkan nasib kami yang sudah selama empat tahun ini digantung nasibnya.


Pertanyaan saya buat Anda apakah Anda juga pernah punya pengalaman menarik di Twitter? Monggo boleh, kok disharing dengan saya.

Sumber Foto: PR-Megaphone


Bookmark and Share

Minggu, 11 Juli 2010

Salam Perpisahan

Foto Kenang-kenanganSaat saya tulis tulisan ini umur saya sudah menginjak di usia 37 tahun. Usia yang bagi saya tergolong tidak muda lagi. Meskipun, saya juga tak mau Anda sebut saya tua. Inginnya saya, Anda sebut muda terus. He...He.... Walaupun mungkin juga saya tidak dibilang terlalu tua untuk sekedar ngeblog dan bercengkrama dengan Anda kawan-kawan saya semuanya yang ada di blogospher, yang rata-rata umurnya kebanyakan masih muda-muda, karena prakteknya masih ada blogger gaek yang umurnya lebih tua dari saya juga masih ngeblog.

Umur boleh saja sudah 37 tahun. Boleh mengalami namanya pindah kost dan rumah sampai 18 kali. Pernah hidup dan merasakan tinggal di 8 kota di Indonesia, namun satu hal yang tak pernah bisa mendewasakan saya adalah menyikapi sebuah perpisahan. Selalu saja ada guratan kesedihan setiap kali ada kata perpisahan diucapkan seseorang kepada saya. Padahal, dengan sering berpindah-pindah tempat dan pekerjaan sampai 18 kali bukankah telah banyak orang yang, mungkin, sedih saya sakiti juga tanpa sengaja karena saya tinggalkan akibat sebuah perpisahan.

Saya masing ingat 10 tahun yang lalu waktu saya bekerja di Samarinda Kalimantan Timur, tepatnya awal tahun 2000 saya pernah lihat mata berkaca-kaca seorang teman kerja karena saya tinggalkan pulang ke tanah Jawa. Saya ikutan sedih terharu menyikapi perpisahan itu.

Dan satu lagi kesedihan saya akibat sebuah perpisahan, yaitu pada tahun 2007 lalu, yang mungkin tidak akan pernah bisa saya lupakan sepanjang umur hidup saya adalah ketika harus berpisah dengan rumah saya, saudara dan tetangga-tetangga saya di Sidoarjo akibat diusir paksa oleh Lumpur Lapindo yang dengan pelan namun pasti akhirnya menenggelamkan rumah saya.

Ehm, Anda jangan salah sangka. Tulisan ini bukan bermaksud untuk mengucapkan perpisahan yang sama seperti halnya peristiwa 10 tahun yang lalu itu atau seperti tahun 2007 yang lalu waktu saya kehilangan rumah akibat Lumpur Lapindo. Bukan juga hendak mengucapkan perpisahan kepada Anda. Sekali lagi bukan. Namun, tak menutup kemungkinan saatnya nanti, entah kapan, saya pun harus pensiun dari blogging ini dan mengucapkan salam perpisahan kepada Anda semuanya. Bukankah lahir, hidup dan mati adalah sudah garis kehidupan yang telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa? Siapa yang bisa menolak perpisahan karena maut?

Lewat tulisan ini saya ingin mengucapkan selamat jalan buat sahabat blogger saya, yaitu Mas Anis Fahrunisa yang kini telah berhenti dari ngeblog. Selamat jalan, Mas Anis. Selamat jalan sahabat. Saya doakan Mas Anis berhasil dan sukses meraih cita-citanya yang sempat tertunda. Terima kasih buat foto kenang-kenangannya, dan izinkan saya untuk memuat fotonya di blog ini untuk mengenang Mas Anis.




Bookmark and Share

Jumat, 25 Juni 2010

Alasan Goenawan Mohamad Mengembalikan Bakrie Award Membuat Saya Jadi Sedih

Goenawan MohammadSebenarnya luka lama itu sudah mengering. Dendam kesumat itu juga sudah kukubur dalam-dalam. Karena kata para orang tua tak baik menyimpan dendam sampai berlama-lama. Namun, apa lacur, betapa terkejutnya saya. Saya benar-benar tak menyangka, tak bisa menyembunyikan rasa kecewa saya, sama seperti halnya Goenawan Mohamad yang tak bisa membiarkan rasa kecewa itu berlarut-larut lama. Sehingga, terpaksa mengembalikan Bakrie Award yang pernah diterimanya kepada Aburizal Bakrie.

Kalau Anda belum sempat membaca beritanya, silahkan Anda baca dulu apa yang menjadi alasan mengapa Goenawan Mohamad mengembalikan Bakrie Award yang dimuat Tempo di sini.

Sebenarnya apa yang membuat Goenawan Mohamad sampai sekecewa itu kepada Aburizal Bakrie? Dan apa hubungannya ini dengan saya, kok saya tiba-tiba ikut-ikutan kecewa dan menjadi sedih? Apakah saya masih ada hubungan famili dengan Goenawan Mohamad? Kalau Anda belum kenal siapa saya, saya persilahkan baca dulu siapa saya di About Me blog ini.

Saya memang sama sekali tak ada hubungan dengan peristiwa pengembalian Bakrie Award itu. Saya hanya ada hubungan dengan salah satu alasan yang membuat Goenawan Mohamad menjadi kecewa kepada Aburizal Bakrie. 

Dan Anda patut tahu alasan itu adalah sebuah pernyataan dari Bakrie yang menyatakan tidak merasa bersalah dalam kasus Lumpur Lapindo saat berdialog dengan para blogger di Langsat, Kebayoran Baru, beberapa waktu lalu.

Hal yang membuat saya jadi sedih, jika Bakrie tetap bersikukuh mengaku tak bersalah itu artinya dia secara eksplisit terang-terangan tetap tak ikhlas untuk memberi ganti rugi kepada para korban Lapindo, termasuk kepada saya.

Padahal, kalau mengutip apa yang pernah ditulis Anindya Bakrie, anak Aburizal Bakrie, sesuai amanat Ibunda Roosniah, Ibu Aburizal Bakrie, katanya pernah berpesan bahwa ini adalah bencana yang berada di luar kehendak dan kuasa semua orang. Tak perlu lagi meributkan apakah ini kesalahan manusia atau akibat bencana alam. Yang jelas, warga sudah demikian menderita akibat musibah ini. Oleh karenanya, Ibunda Roos meminta agar pihak keluarga berusaha sebaik mungkin menolong mereka yang terkena dan berhak mendapatkan bantuan. Demikian amanat Ibunda Roos, yang katanya oleh Anin akan dijaga baik-baik.

Dan kini amanat itu sepertinya hanya tinggal janji belaka. Toh, prakteknya Aburizal Bakrie tetap bersikukuh tetap tak mau mengaku salah. Tetap meributkan pentingnya bersalah apa tidak dalam musibah Lumpur Lapindo ini dengan mengeluarkan pernyataan itu kepada blogger Langsat.

Akh, mungkin itu alasannya mengapa hingga kini Bakrie tak menuntaskan apa yang menjadi komitmennya. Menuntaskan ganti rugi kepada korban Lumpur Lapindo yang menjadi tanggung jawabnya.

Dan hal yang membuat saya jadi makin bertambah sedih setelah mengetahui beberapa alasan Goenawan Mohamad yang lain, saya jadi merasa apa bedanya uang yang saya terima dengan uang yang diterima Goenawan Mohamad? Yang jelas uang yang saya terima itu jauh dari uang barokah untuk beli rumah mengingat sepak terjang bisnis dan politik Aburizal Bakrie yang tidak jujur.

Apakah saya harus mengembalikan uang itu juga kepada Aburizal Bakrie?



Bookmark and Share

Senin, 03 Mei 2010

Maaf, Pak SBY Mimpi Anda Terlalu Dini!

Lumpur LapindoMembaca kolom Opini yang ada di Tempo hari ini tentang Sidoarjo, saya jadi tergugah, seperti dibangunkan dari mimpi buruk saja. Saya tersentak dan menjadi berkaca-kaca. Betapa tidak! Saya, kok jadi ikut-ikutan pura-pura lupa seperti para petinggi di negeri ini. Atau tak semangat lagi seperti media yang kini mulai enggan memberitakannya, karena sudah menganggap sangat basi beritanya. Basi, tak semenarik lagi seperti berita kasus Century, Jendral Susno Duadji atau kedekatan Anang dengan Syahrini yang lebih menyedot rating pemirsa TV dan oplah media cetak ketimbang meliput berita Sidoarjo yang tak banyak menghasilkan duit.

4 tahun, tepatnya tanggal 29 Mei 2006 lalu, itulah awal sejarah ditorehkan. 4 tahun saya tetap tak sanggup untuk sekedar melupakan Sidoarjo, melupahkan rumah saya, sawah, tambak dan ladang mereka, saudara-saudara saya yang kini sudah saya tinggalkan akibat ditenggelamkan rata dengan tanah karena musibah itu. Musibah Lumpur Lapindo! Saat-saat itu adalah sebuah momen yang tak akan mungkin saya bisa lupakan dalam sejarah umur hidup saya sampai kapan pun.

Artikel ini mungkin tak menarik buat Anda. Dan Anda pun punya hak untuk melewatkan atau tak perlu membaca dan peduli pada kami. Tetapi izinkan saya mengutip dan publish ulang kembali di blog ini sekedar mengingatkan saya dan para penguasa negeri ini barangkali ada yang mulai lupa dan lebih senang menyalahkan Tuhan daripada manusia dalam musibah ini.

Satu pinta dan doa saya: Tuhan jika tak ada satupun manusia yang mau bertanggung jawab dan mau dipersalahkan dalam kasus ini, saya tidak ingin turut menghujat dan menyalahkan-Mu. Saya berdoa kepada-Mu Tuhan semoga saudara-saudara saya disana kuat menerima cobaan ini. Semoga musibah ini segera berakhir, karena Tuhan, Kami Masih Punya Harapan. Amin.

Sidoarjo Menanti Bahaya
Senin, 03 Mei 2010 | 00:10 WIB

Lupakan angan-angan menjadikan Porong sebagai kawasan wisata geologis. Meski gagasan itu datang dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, anggaplah ide ini kebablasan. Bagaimana bisa menarik wisatawan datang ke Porong kalau kawasan itu sudah hancur lebur? Menuju kawasan itu saja susahnya bukan main, jalanan macet. Hanya pelancong kurang kerjaan yang akan datang.

Di atas tanah, gas metana bermunculan, bahkan bisa menembus jalanan beraspal. Tak bisa dibayangkan apabila ada percikan api di sekitar itu--atau sekadar puntung rokok yang terbuang dekat semburan. Api akan berkobar dan ini membahayakan pengguna jalan.

Di bawah permukaan tanah terbentuk ruang kosong akibat lumpur tersedot keluar bertahun-tahun. Ini bisa membuat kawasan itu ambles. Jalan Raya Porong--penghubung utama Malang-Surabaya--sudah turun 1,4 meter. Tinggal menunggu waktu saja, jalan itu bakal ambrol, mengingat kendaraan masih lalu lalang di atasnya. Setiap hari rata-rata 160 ribu kendaraan melintasi kawasan ini. Jalur alternatif yang disediakan tak bisa menampung kendaraan yang mengalir di sana karena memang sempit dan juga kurang diminati. Malapetaka sewaktu-waktu bisa terjadi. Apalagi, menurut ahli geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), luas daerah yang ambles dan terkena efek semburan gas metana mencapai radius 3 kilometer dari pusat semburan.

Jika keselamatan rakyat yang menjadi prioritas utama, tak bisa lain pemerintah harus lebih sigap bertindak. Jalur lalu lintas di atas Porong sudah saatnya ditutup. Jangan sampai menunggu korban berjatuhan. Kalaupun jalur alternatif dirasa terlalu kecil untuk menampung kepadatan lalu lintas, jalan baru harus segera disiapkan, termasuk rel kereta api yang selama ini melintasi Porong.

Ini membutuhkan biaya yang tak sedikit. Pemerintah mestinya bisa "minta bantuan" pemilik Lapindo, yaitu Grup Bakrie, untuk membenahi kawasan yang sudah runyam ini. Meskipun kawasan ini berada di luar peta yang dinyatakan sebagai tanggung jawab Bakrie, semua orang tahu, biang dari bencana dahsyat ini adalah ulah Lapindo yang melakukan "kesalahan" dalam pengeboran di Blok Banjar Panji 1, yang memunculkan semburan lumpur sejak 29 Mei 2006. Bakrie seharusnya "paham dan mengerti" soal ini.

Masalahnya, Bakrie juga kewalahan atau boleh jadi memang "tak sepenuh hati" menangani korban lumpur Lapindo. Sampai saat ini masih ada warga yang belum menerima ganti rugi layak atas tanah dan rumahnya yang terendam lumpur. Pemerintah terlalu lembek dalam bertindak dan menekan Bakrie agar menyelesaikan kewajibannya.

Padahal pemerintah harus bertindak cepat menyelamatkan Sidoarjo yang mulai hancur. Rakyat di sekitar kawasan juga perlu diperhatikan. Coba simak hasil penelitian tim ITS, yang menunjukkan wilayah sebelah barat danau lumpur Lapindo sangat tidak layak huni. Pasalnya, kandungan gas hidrokarbonnya telah mencapai 55.000 ppm. Ambang batas maksimum untuk kesehatan adalah 0,24 ppm. Perlu ada tindakan mulia secepatnya, yakni menyelamatkan penduduk, bukan mendatangkan turis untuk melihat "neraka lumpur".


Dan tanggapan saya tentang artikel Tempo ini: Rasanya tidak ada yang salah dengan gagasan dari Presiden SBY ini. Bukankah dulu Dahlan Iskan, Bos-nya Grup Jawa Pos juga pernah mengutarakan gagasan yang sama seperti itu ditulis di korannya, Jawa Pos? Menjadikan area bencana menjadi Danau Wisata Lumpur. Bukan "Neraka Lumpur" seperti kata Tempo!

Saya sangat.... sangat mendukung gagasan brilian dan mulia tersebut. Namun di sisi lain, sama halnya dengan Opini Tempo, tidak untuk waktu dekat ini. Bagaimana mungkin mimpi itu bisa diwujudkan kalau akibat semburannya saja hingga kini, baik dampak sosial, ganti rugi korban dan perbaikan infrastrukturnya saja belum tuntas diselesaikan? Mungkin kata-kata yang paling tepat untuk bisa menggambarkan keinginan itu adalah “Maaf, Pak SBY Mimpi Anda Terlalu Dini!




Bookmark and Share

Kamis, 08 Oktober 2009

Aburizal Bakrie, Golkar dan Lumpur Lapindo

BakrieTidak ada orang yang suka membawa kebencian, apalagi dendam terus menerus sampai dibawa mati. Tak terkecuali saya. Dulu sekitar 3 tahun yang lalu, orang ini adalah orang yang paling saya benci, sering saya caci maki. Akibat dia, dengan anak perusahaannya, saya, keluarga saya, saudara-saudara saya di Sidoarjo harus mengungsi, kehilangan rumah, kehilangan sawah akibat Lumpur Lapindo sudah menenggelamkan dan mengusir paksa kami. Siapa dia? Kalau anda belum tahu, saya sebut saja, dialah Aburizal Bakrie, owner atau pewaris kerajaan bisnis Bakrie.

“Halah, Cak sampean ngomong seperti itu karena sudah diganti rugi, coba kalau dulu belum diganti rugi apa sampean bisa ngomong seperti itu?”

Seorang teman dengan celoteh Suroboyoannya mengomentari sikap saya yang berubah terhadap dia. Apakah anda juga termasuk yang setuju dengan teman saya ini? Apakah anda juga termasuk yang setuju dengan pendapat kalau uang bisa membeli semuanya? Termasuk membeli harga diri dan nurani kami?

Pagi ini saya dengar kabar dari televisi dan media online di internet, Aburizal Bakrie secara aklamasi terpilih menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar periode 2009-2015 pada Musyawarah Nasional (Munas) VIII Partai Golkar di Pekanbaru, Riau, Kamis (8/10) dini hari tadi. Apakah anda juga sudah mendengar kabar ini? Ya akhirnya Aburizal Bakrie yang terpilih dan menang sebagai ketua umum Golkar menyisihkan 3 kandidat lain Hutomo Mandala Putra, Surya Paloh dan Yuddy Chrisnandi. Aburizal Bakrie mengantongi 297 suara mengungguli saingan terkuatnya Surya Paloh yang mendapat 239 Suara. Sementara dua calon lainnya Hutomo Mandala Putra dan Yuddy Chrisnandi tidak memperoleh suara satupun.

Tak lupa saya turut mengucapkan selamat atas terpilihnya anda, Pak Aburizal Bakrie. Harapan saya dengan saudara-saudara saya yang lain yang jadi korban Lumpur Lapindo di Sidoarjo, dengan terpilihnya anda semakin membuat anda tidak melupakan kami yang turut mempopulerkan anda selama 3 tahun dengan kasus Lumpur Lapindo yang tak kunjung mampet hingga kini, dan terus menuai kontroversi apakah ini murni bencana alam atau kesalahan manusia akibat pengeboran dari perusahaan anda.

“Kita ingin merebut kekuasaan bukan demi kekuasan itu semata, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih besar. Kita masuk politik untuk memperjuaangkan pembangunan sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur di negeri kita,” begitu kata Ical di Ballroom Hotel Labresa, Pekanbaru, Riau, Kamis (8/10/2009).

Kekuasaan memang identik dengan kekuatan besar. Orang bijak pernah bilang didalam kekuatan besar selalu ada tanggung jawab yang besar pula. Dengan terpilihnya anda dengan menduduki Ketua Umum Golkar, anda juga mempunyai kekuatan besar yang siap membawa Golkar jadi kendaraan politik anda untuk turut menjadi pengambil keputusan di negeri ini, Paling tidak selama 5 tahun kedepan. Harapan saya, tolong dengan kekuatan besar anda pergunakan untuk segera menuntaskan masalah ini, segera mengganti rugi saudara-saudara saya yang belum diganti rugi. Kembalikan infrastruktur Sidoarjo yang rusak akibat bencana ini agar Jawa Timur dan Sidoarjo khususnya yang terkenal dengan home industri kerajinan tasnya kembali berjaya seperti dulu lagi.



Bookmark and Share

Senin, 14 September 2009

In Memorian Lumpur Lapindo

Lumpur Lapindo
Tiga tahun yang lalu tepatnya tanggal 29 Mei 2006, hampir bersamaan dengan terjadinya musibah gempa di Jogja, ada sebuah mobil mewah tanpa sengaja sudah menabrak saya. Saya jatuh dan mengalami luka-luka. Meski masih meringis kesakitan saya segera bangkit untuk menghampiri Si pengemudi mobil tersebut untuk menghardik, melabrak minta pertanggung jawabannya. Dia kemudian menawarkan uang damai untuk biaya pengobatan saya beserta biaya perbaikan motor saya yang rusak karena ketabrak.

Dengan rasa masih menahan amarah logika saya berpikir.

“Mau diganti berapapun uang sebenarnya tidak bisa mengganti pedih kucuran darah akibat luka yang sudah menggores tubuh saya. Tidak bisa mengembalikan sakitnya kaki saya yang kesleo akibat jatuh terbentur keras ke jalan.” Kataku geram

Diantara rasa menahan sakit, saya tercenung sesaat menatap bola mata Si penabrak saya. Hati saya tersentuh melihat tatapan matanya yang samasekali tidak marah akibat saya hardik, saya umpat dengan penuh amarah. Saya melihat tatapan matanya justru meredup seperti menyesali kelalainnya telah menabrak saya.

Tiba-tiba hati saya jadi tersedak.

“Ya Tuhan tak ada satupun orang baik di dunia ini suka menabrak orang, sebagai sama-sama manusia yang pernah berbuat salah haruskah aku bersikukuh tidak mau memaafkannya?”

Note:
In memorian rumahku yang sudah ditenggelamkan oleh Lumpur Lapindo. Dan tulisan ini sengaja saya posting untuk merespond apa yang ditulis oleh Anindya Bakrie di blognya disini


Bookmark and Share

Sabtu, 08 Agustus 2009

About Me

Joko Sutarto

Setelah sekian lama blog ini lahir akhirnya saya baru punya keberanian untuk mencantumkan halaman About Me ini. Mengapa? Karena bagi saya bukan sesuatu perkara yang mudah untuk menceritakan tentang diri sendiri, sebab saya takut ada unsur kesombongan dan Narsis di dalam penceritaan diri saya ini.

Dan berbicara tentang perkenalan tentunya pepatah lama yang mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang saya rasa masih cukup relevan. Terlebih di era sekarang dimana internet akan bergeser ke generasi Web 3.0 yang sarat dengan Kepercayaan. Dan About Me ini saya buat adalah salah satunya sebagai bentuk pertanggung jawaban dari saya kepada Anda terhadap setiap tulisan yang saya posting di blog ini.

Siapa Saya, Profesi dan Cita-cita saya

Jika Anda ingin tahu siapa saya, perkenalkan nama saya Joko Sutarto, narablog atau admin di belakang layar dari Diptara blog. Saya lahir dan dibesarkan dari sebuah desa yang sangat terkenal dengan hasil ikan bandengnya. Tepatnya, di Desa Tawangrejo Kecamatan Turi di Kabupaten Lamongan Jawa Timur pada bulan Januari tahun 1973. Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Dilahirkan dari pasangan seorang Guru (ayah) dan petani (Ibu) desa.

Latar belakang profesi saya sekarang adalah sebagai Chief Engineer yang membawahi wilayah Propinsi Jateng dan DIY pada sebuah perusahaan retail multi nasional PT Matahari Department Store Tbk. Berbicara cita-cita, Joko kecil dulu sempat punya cita-cita ingin jadi Pengarang. Dan sekarang, ngeblog salah satunya adalah bentuk penyaluran cita-cita saya yang dulu sempat terputus di tengah jalan.

Status dan tempat tinggal saya dimana?

Status saya sekarang adalah seorang suami dari seorang istri dengan dua orang anak. Sejak tahun 1991 saya pergi merantau meninggalkan kota kelahiran saya, Lamongan ke kota Pahlawan Surabaya. Pada pertengahan tahun 2000 kemudian saya pindah ke kota Malang sampai dengan tahun 2006, dan terakhir tinggal di dua kota antara Malang dengan Sidoarjo dari tahun 2003- 2006. Sampai akhirnya, harus pindah lagi karena Lumpur Lapindo menenggelamkan rumah saya bersamaan dengan kepindahan pekerjaan saya yang dipindah-tugaskan berturut-turut ke kota Jakarta kemudian ke Medan dan akhirnya menetap di kota Jogja dari pertengahan tahun 2007 hingga sekarang.

Apa Hobi saya?

Hobi saya membaca, menulis dan menyukai traveling, meski sekarang sudah agak jarang traveling tapi alhamdulillah sebagian besar pulau besar di Indonesia, sudah pernah saya disinggahi. Suka dengan jenis musik apapun yang penting easy listening dan gemar makan Soto dan Tahu Campur Lamongan. Kegiatan saya sehari-hari selain bekerja adalah meluangkan waktu untuk ngeBlog.

Sejarah dan asal-usul Blog ini

Jika ada yang bertanya mengapa nama domain blog ini bernama DIPTARA? Baiklah, sedikit bisa saya jelaskan. Asal usul nama DIPTARA adalah diambil dari gabungan kedua nama anak saya. DIPTA adalah nama anak laki-laki saya. TARA adalah nama anak perempuan saya, yang kalau digabung jadilah nama DIPTARA.

Sejarah blog ini lahir —blog ini adalah blog paling bungsu saya diantara sekian blog saya yang lain— adalah diawali dari ketertarikan saya untuk "Make Money Online” di internet sebagaimana obsesi kebanyakan para blogger newbie yang ingin mencicipi lezatnya kue di internet. Namun sekarang saya mulai menemukan kepuasan batin sendiri dalam ngeblog dan uang sekarang bukan satu-satunya tujuan saya dalam ngeblog, tapi lebih kepada ingin berbagi kepada sesama terhadap apa yang saya punya kepada orang lain.

Siapa Blogger Inspirator saya?

Blogger yang saya kagumi dan menjadi inspirator saya pertama kali dalam ngeblog, pertama adalah Mas Wicaksono atau di dunia maya lebih sering disebut Ndoro Kakung. Dan yang kedua, yang saya sukai dan kagumi MEMO tulisannya yang renyah dan cukup mengesankan saya adalah Mas Antyo Rentjoko, atau di dunia Blogospher Indonesia lebih dikenal sebagai Paman Tyo

Sekian perkenalan singkat dari saya, dan bagi anda yang ingin berkenalan lebih dekat dengan saya, pintu saya terbuka untuk berteman dengan siapapun. Silahkan Anda kontak saya di link CONTACT. Dan bagi siapapun yang membaca posting About Me ini, saya persilahkan meninggalkan jejak di kolom komentar, terima kasih.



Bookmark and Share