Minggu, 16 Januari 2011
Inilah 5 Cara Paling Goblok Untuk Belajar Menulis
Setelah membaca buku tentang pengusaha gila dan nyeleneh bernama Bob Sadino yang berjudul "Belajar Goblok Dari Bob Sadino" saya jadi ikut-ikutan kerasukan virus gila dan goblok dari Om Bob. Ha... Ha...Ha... Hanya bedanya saya belum kerasukan virus enterpreneurnya untuk menjadi pengusaha tapi baru kerasukan falsafah-falsafah hidup Bob Sadino yang menurut saya amat menarik.
Berikut ini adalah pelajaran yang bisa saya petik setelah membaca buku tersebut. Saya olah terkait dengan dunia kepenulisan. Dan hasilnya, saya sudah menemukan 5 Cara Paling Goblok Untuk Belajar Menulis yang bisa membuat Anda manjadi lebih mudah untuk menulis. Selamat membaca.
1. Tidak usah sekolah tinggi-tinggi
Semakin tinggi Anda sekolah semakin tinggi pula sifat sok jaim yang tertanam pada diri Anda. Sok ingin tulisannya disebut intelek, lah. Sok ingin tulisannya dipuji hebat, lah. Sok ingin agar tulisan Anda dianggap berbobot, lah. Dan masih banyak sok-sok jaim yang lain, yang intinya agar Anda diakui eksistensinya sebagai penulis hebat oleh orang lain karena mentang-mentang ijazah Anda tinggi.
Jadi buang itu semua. Maksudnya persepsi itu, ya jangan ijazah Anda yang dibuang. :D Anda lebih baik mengaku tak pernah sekolah seperti Pramoedya Ananta Toer yang tak jelas pendidikan formalnya apa, atau boleh mengaku sarjana tapi tak pernah lulus kuliah seperti Emha Ainun Najib (Cak Nun) agar beban sok jaim tadi tidak menghambat Anda untuk enjoy menulis. Setuju?
2. Tidak usah ikut kursus atau sekolah menulis
Kursus menulis apa memang bisa mendidik Anda menjadi pintar menulis? Tidak selalu. Faktanya, (sorry tak ada data hanya opini pribadi) yang banyak justru karena Anda sudah bayar mahal untuk mengikuti kursus atau sekolah maka Anda justru terbebani BEP (break even point) dan disibukkan dengan baca diktat, buku atau ebook segala macam yang membuat Anda lebih senang membaca ketimbang praktek menulis. Dan yang paling parah Anda jadi pingin cepat balik modal (BEP) dengan banyak menjerat orang untuk menjadi affiliasi Anda untuk ikut kursus itu. Anda sedang belajar menulis, bukan sedang berbisnis online, kan? Fokus, dong! Setuju?
3. Abaikan tata bahasa
Sampai saat ini saya pun masih belum hafal semua aturan tata bahasa cara untuk menulis yang baik dan benar sesuai EYD. Pesan saya silahkan menulis saja. Abaikan semua aturan tata bahasa yang bisa membelenggu Anda itu. Abaikan? Ya, Anda ini ingin belajar menulis, bukan? Bukan sedang jadi guru bahasa Indonesia yang sedang mengajari murid-muridnya bagaimana cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Percaya, deh lama-lama aturan bahasa bagaimana menulis yang baik dan benar sesuai tata bahasa akan bisa dipelajari sambil jalan. Kebanyakan mikir bagaimana cara menulis yang baik dan benar justru membuat Anda tak segera menulis. Setuju?
4. Abaikan pelajaran basi menulis
Ini problem klasik yang hampir dialami semua penulis pemula. Lebih asyik membaca, belajar teori menulis tapi tak segera praktek-praktek menulis. Semua pelajaran menulis itu hanya basi, tahu. Basi? Ya, karena itu hanya pelajaran yang berdasarkan pengalaman orang lain yang telah lewat waktunya. Apa ini bukan basi namanya? Maaf, ini saya mengutip dari pendapat Bob Sadino.
Pertanyaan saya kepada Anda, memang Anda masih suka dengan barang basi, ya? Kenapa tidak mencoba bikin teori sendiri lewat praktek sendiri? Pelajaran teori menulis itu hanya akan mencuci otak Anda, sedikit saya mengutip kata-kata yang biasa disebut Rhenald Kasali, hanya akan menjerat Anda dengan belenggu-belenggu yang mengekang Anda. Setuju?
5. Repetisi praktek, praktek, dan terus praktek
Inti dari semua pelajaran menulis ya praktek. Adanya repetisi belajar menulis dengan praktek dan terus praktek itu lebih memandaikan Anda menulis ketimbang hanya belajar dan membaca buku, termasuk buku teori menulis. Tak peduli buku yang Anda baca adalah hasil karya seorang penulis hebat sekalipun. Setuju?
Pertanyaan saya di akhir tulisan ini: Setuju kah Anda dengan saya pakai cara goblok ini untuk menulis? Jika Anda menjawab kelima-limanya dengan jawaban "Setuju" maka tenang saya tidak akan pernah mengkatai Anda goblok hanya gara-gara mau belajar menulis pakai cara paling goblok ini dari orang goblok seperti saya. Tapi jika kelima-limanya Anda menjawab kompak "Tidak Setuju" maka saya hanya bisa bilang begini kepada Anda, selamat Anda ternyata lebih pintar menulis ketimbang saya. Setuju?
Untuk pertanyaan saya yang paling terakhir jangan bilang lagi tidak setuju, ya! :D
Sumber Foto: Writing
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Salah satu anggapan salah kaprah terkait menulis yaitu harus dalam bahasa yang baku atau formal. Padahal tidak. Yang penting logis saja dari sisi tata bahasa dan rangkaian antar kalimatnya. Ini bukan aturan sih, tapi demi mempermudah pemahaman pembaca saja. Kalau rangkaian antar kalimatnya terasa janggal atau kurang nyambung, maka khawatirnya pembaca tidak bisa menangkap maksud/ide yang kita tulis.
BalasHapusSaya sendiri tidak selalu menggunakan gaya bahas baku atau formal ketika menulis di blog. Contoh saja postingan terbaru saya tentang 'hasil riset kata kunci blogger kutu kupret'. Di situ, gaya bahasa tulisan saya cenderung non formal kan Pak?
Walau non formal, saya rasa masih bisa dicerna dengan baik dan maksudnya bisa tersampaikan pada pembaca.
Oya, hati-hati Pak dengan tulisan di atas. Soalnya ada menyinggung SEKOLAH MENULIS ONLINE (brand Pak Jonru)..hahaha
walah gawat euy. bakal ada yang kesinggung nih. wkwk
BalasHapustapi memang itu adalah jurus silat paling ampuh di dunia persilatan tulis menulis :D
Poin terakhir sangat menonjok. Ya, praktek, praktek dan praktek. Hanya dengan jalan itulah kemampuan menulis bisa diasah.
BalasHapusTapi kita tak bisa juga langsung men-judge bahwa pendidikan formal dan kursus itu tak penting. Ini hanya masalah way of thinking. Dan saya lebih setuju jika pendidikan dan kursus menulis adalah sebagai sarana pendongkrak habit menulis. Bukan pesulap yg bisa menciptakan penulis secara instan.
Dan teori Bob Sadino hampir mendekati kenyataan jika kita berani menempuh resiko dalam me-maintaince waktu. Karena pasti faktor waktu akan sangat krusial. Dikala kita masih bergelut dengan praktek, yang lain sudah menelurkan buku. Yup, sekali lagi itu adalah pilihan.
Jujur saja, saya jg masih goblok dalam menulis pak. Doyannya nggambar! uhuy! haha :D
Wah manstab mas joko, saya mau nambain satu ah, "Jangan pernah berfikir tulisan kita mau di baca orang apa tidak" pokoknya hajar bleh.. gitu the master ?...
BalasHapustulisan di blog saya malah sangat jauh dari kata baku..tidak ada tata bahasa..hanya menulis apa yang saya bisa...
BalasHapusberusaha untuk lebih baik jelas iya,tapi tidak semudah itu jika harus merubah style..
OOT
tapi bukankah style juga sangat di butuhkan..
karena setelah 4 bulan ngeblog,tanpa melihat sang authorpun saya bisa mengenali berbagai macam komentar hanya dari style menulis dan tatabahasa yang dia pakai..
style mas Joko yang agak streng,berbalut kalem...
atau style mas Is dengan literatur yg cukup baik..
atau style kang Darin dengan sedikit sentuhan bahasa yang agak tinggi tapi tetap nikmat di cerna..
atau style mas Rudy yang agak kalem tapi tetap tajam kalimatnya...
dan masih banyak lagi...
semua bisa di kenali hanya lewat style yang tidak bisa di tiru dan di contoh...
alah bisa karena biasa,karena sebetulnya tanpa di sebutpun 5 point di atas sudah ikut,hanya saja mungkin penajaman atas point2 di atas berbeda di setiap individu serta terkadang kita sendiri tidak menyadari jika telah mempraktekkan 1 di antara 5 point di atas...
#Lintang...sepakat...yang penting hajar,anggap saja kita menulis adalah pembelajaran untuk diri sendiri,dan jika di baca orang lain anggap saja bonus...
BalasHapusIskandaria:
BalasHapusSaya hanya menuliskan cara-cara goblok untuk menulis. Kalau yang di tempat P Jonru itu cara-cara yang pinternya. HaHaHa :D Dan lagi, saya juga tidak sebut-sebut nama di sini, Mas Is. Sekolah Menulis Online, kan sebutan umum untuk kursus atau sekolah menulis yang dilakukan secara online.
Tapi benar juga, ya saya coba ubah redaksional kata-katanya agar tak mirip. Ini bisa menyinggung pihak lain. Terima kasih masukannnya, Mas Is.
Andi Sakab:
Mudah-mudahan tidak tersinggung, Mas Andi. Orang pinter seharusnya bisa memaklumi tulisan orang goblok seperti saya ini.
Mari kita main silat-silatan. HeHeHe :))
Darin:
Selama ini saya meyakini keahlian menulis adalah sebuah keahlian yang paling susah diduplikasi, dicopy-paste. Sekolah menulis hanya menciptakan motivasi dan atmosfir menulis saja. Tapi, untuk selanjutnya kemauan keras dan praktek lah yang lebih dominan mencetak penulis.
Cara-cara goblok ini juga sebetulnya saya sodorkan sebagai sebuah pilihan, Mas Darin. Kalau umumnya para penulis menyarankan cara-cara pinter maka cara goblok ini adalah cara alternatif untuk menembus kebuntuan bila dengan cara yang sudah umum tetap masih saja judeg (buntu) sulit menulis.
Lintang Hamidjoyo:
Tambahannya saya terima, Mas Lintang. Itu bisa menjadi point yang ke-6. Betul, seringkali yang menghambat kita menulis ya faktor itu juga. Berpikir dan takut dengan reaksi para pembaca.
Widodo:
#Saya mengamati tulisan Mas Widodo memang tata bahasanya masih perlu diperbaiki lagi. Terutama tentang penulisan tanda bacanya, Mas. Hem, tapi itu bisa ditata sambil jalan, kok Mas.
Berbicara style menulis, kalau saya mengartikannya itu adalah karakter. Semakin sering kita menulis maka karakter itu akan terbentuk dengan sendirinya. Karakter saya, karakter Mas Widodo, karakter kawan-kawan blogger yang lain pasti masing-masing punya ciri khasnya sendiri-sendiri.
Pendapat saya jika ada seseorang cara menulisnya sudah terbentuk atau punya karakter itu artinya dia sudah expert menulis, Mas. Bukan berada di level pemula lagi. Dan cara-cara goblok ini saya tawarkan memang kepada pemula yang masih kesulitan untuk menulis. Jika menulis itu masih dianggap sulit mengapa tidak dipermudah saja, salah satunya bisa pakai cara-cara goblok ini.
#Sepakat! Mari kita hajar bleh saja. Menulis tak perlu dibuat sulit. HeHeHe
Menarik sekali. Saya pernah ngisi acara bareng penulis, saya bilang jangan banyak belajar nulis tapi mulailah menulis.
BalasHapusMenurut saya kursus menulis itu cuma bohong, ga ada gunanya. Kalau kursus menulis dalam arti teknis, misalnya menulis artikel untuk koran atau menulis karya ilmiah, baru itu masuk akal. Kalau hanya mengajarkan menulis itu tidak jelas tujuannya.
Saya juga baru-baru ini baca buku tentang menulis, judulnya On Writing dari Stephen King. Dia banyak melabrak banyak prinsip menulis. Misalnya dia menyebut tema tidak penting. Menurutnya kita tidak bisa menentukan arah karakter, tapi kita menggali fosil dan membiarkan setiap karakter berkembang sendiri. Banyak bukunya yang ternyata berakhir berbeda dengan bayangannya semula.
Ini topik menarik, bisa-bisa saya harus menulisnya dalam artikel khusus.
Seharusnya judul post ini "5 Cara Benar untuk Belajar Menulis." Dan seharusnya sampeyan jadi guru menulis, Pak Joko. Karena memang seperti yang sampeyan tulis itulah, menurut saya, cara paling tepat dalam belajar menulis.
BalasHapusJeprie:
BalasHapusMenarik, ya Mas Jeprie? Terima kasih. Saya akan tunggu artikelnya, Mas. Wah, ngimpi apa saya semalam? Artikel goblok saya sudah dikomentari dua orang penulis. :)). Mas Jeprie dan Mas Hoeda Manis.
Hoeda Manis:
Bisa aja, Mas Hoeda ini. Yang paling tepat sebetulnya ya Mas Hoeda sendiri karena sampean memang sudah asli penulis. Lha, kalau saya.... HaHaHa :D
Oh, ya Mas Hoeda apa ndak kenal dengan Mas Jeprie yang komentar sebelum sampean di atas? Dia juga penulis di Elex Media sama seperti Mas Hoeda, lho.
Ya saya kenal sama Mas jeprie, tapi dia mungkin gak kenal saya, hehe... *Salam kenal, Mas Jeprie*
BalasHapusBidangnya beda sih, Mas Jeprie nulis Photoshop, lha saya dudul banget kalau urusan sama photoshop. Hehe.
Saya menulis mengikuti kata hati. sampai sekarangpun saya menulis masih acak-acakan.
BalasHapusTapi yang menjadi pertanyaan saya untuk seluruh blogger adalah:
Kita menulis dimana sih?
Apakah kita menulis di kertas?
Atau media lain?
Apa berbeda kita menulis antara di kertas dan media lain seperti internet?
Kalu memang berbeda apa perbedaannya?
Bagi saya semua punya aturan, kita menulis di kertas aturannya adalah kita harus punya pensil dan bolpoint, itu minimal.
lalu apa aturannya menulis di media lain seperti blog?
Apakah kita perlu bolpint atau pensil? kalu ga perlu berarti kita bukan menulis dunk?
Saya baru saja menulis ga jelas, tapi kalu diartikan dan siapa yang bisa mengartikan artikel baru saya. Itu adalah sebuah kejelasan yang amat jelas.
BalasHapusSaya bilang setuju mas...dan sangat inspiratif setelah baca fresh posting ini, ternyata tidak sulit jalan untuk menulis, tetapi sulit juga bagi para perfectionist?
BalasHapusSaya pernah melakukan dengan cara dibawah ini,
- Mematikan monitor pada saat menulis
- Megabaikan otak kiriku karena dia sok jadi korektor nanti gampang di edit.
salah satu kutipan tentang menulis yang paling sering saya dengar adalah: "menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis..."
BalasHapuskebetuan kemaren saya juga mampir di blognya Mb Dewi Lestari. Ada tulisan tentang menulis, yang sedikit banyak menyindir pelatihan-pelatihan menulis dengan iklan-iklan bombastis.
saya dulunya juga sering baca buku-buku how to tentang menulis. Tapi yah, akhirnya saya rasa, yang terpenting adalah menulis saja langsung. (meski sebenernya tulisan saya juga ga bagus2 amat)
kedengerannya goblok si... tapi emang bener kaya gitu deh mas....
Hoeda Manis:
BalasHapusSilahkan saling berkenalan, Mas Hoeda. Sesama penulis tidak dilarang untuk berkenalan. HeHeHe
blogger admin:
Mas Hendro, tulisan ini saya tujukan buat kepenulisan secara umum, apa pun medianya (blog, buku, opini atau artikel buat media). Tapi tentu saja tidak diterapkan untuk langsung buat nulis buku. Eman-eman biaya nerbitkannya kalau cara goblok ini yang dipakai. Bisa buang-buang duit karena tak ada yang minat untuk membelinya. :D
Kalau saya berpendapat bolpoint atau pensil itu salah satu modalnya buat menulis. Modal dasar. Tapi sampean menyebut syarat, ya? Boleh juga hanya beda istilah. :)
anak betawi:
Wah, serba pakai kata "Jelas". Singkat kalimatnya tapi saya butuh mengerutkan kening untuk menginterpretasikannya.
agus BF:
Mas Agus menjawab "Setuju" Tenang, saya tetap tidak akan berani mengkatai Mas Agus goblok, kok meski pakai cara-cara goblok ini. HaHaHa
Huda Tula:
Wah, saya sudah lama tidak mampir ke blognya Dee, Mas Huda. Berarti tidak saya saja kalau gitu, yang suka menyindir kursus-kursus pelatihan menulis itu. Penulis sekaliber Dee juga. Terima kasih poin penguatannya, Mas Huda.
Saya setuju, Pak, dengan repetisi menulis. Setinggi apapun ilmu menulis kita, sebanyak apapun training menulis yang kita ikuti, kalau nyatanya kita tidak mempraktekkan kegiatan menulis itu sendiri ya susaaaaah... Hehehe...
BalasHapusWow.... keren yeuh jurusna!
BalasHapusMemang belenggu-belenggu formalitas seperti itu seringkali memenjarakan kreativitas untuk menulis. Jadi orang bebas lebih asyik hehe... :D
Mau nulis ko' pilih2 metode...
BalasHapuskalau menurut saya seh...
Mau cara goblok kek, mau cara pinter, setengah pinter, puinteeer, jeniusss.. TERSERAH yang penting "MAU MENULIS"...
Nulis ko' dipaksa???? harus tumbuh dulu donk keinginan, kalau g pengen nulis masa' mau praktek, kn g mngkin tho...
Kimi:
BalasHapusDaily Project di blog Mbak Kimi itu juga sama seperti Repetisi Menulis. :)
Erdien:
Faktanya begitu, Mas Erdien. Adanya belenggu itu membuat orang seperti terkekang buat nulis. Cara goblok ini saya tawarkan untuk menyingkirkan belenggu-belengu tersebut agar orang lebih mudah menulis.
Ismail:
Kalau saja Anda lebih jeli membaca sebetulnya pesan dari tulisan saya ini adalah seperti komentar sampean itu, yang penting "Mau Menulis". Itu intinya. Jika menulis itu bisa dibuat dengan cara mudah mengapa harus dibuat sulit, makanya saya beri istilah dengan cara goblok.
Saya tak pernah memaksa pembaca. Di akhir tulisan saya, saya malah sudah beri dua pilihan jawaban (setuju dan tidak setuju)? Tolong lain kali kalau meninggalkan komentar dipikir lagi kalimatnya, Mas. Dan kalimat bertanya tanda baca "?"-nya cukup diberi satu saja. Jangan banyak-banyak.
kalau saya yang penting nulis apa yang ada di kepala saya. mau jelek apa bagus, yang penting nulis
BalasHapusandinoeg:
BalasHapusSeharusnya ya memang gitu, Mas. Kebanyakan mikir malah gak nulis-nulis. :)
@ismail:
BalasHapussaya sering memaksa diri saya sendiri untuk menulis. sebuah keterpaksaan tidak berarti nggak enak lo... kayak saya lagi malas mandi, tapi saya memaksa diri saya untuk mandi agar bersih dan wangi. habis mandi yang saya rasakan nggak hanya bersih dan wangi, saya ngerasa lebih fresh dan cantik..
*narses*
begitu juga ketika saya sebenarnya nggak pengen menulis, saya paksa diri saya menulis postingan di blog, saya gali apa aja yang bisa saya jadikan bahan. setelah itu saya nggak hanya lega bisa mengisi blog saya dengan rutin saya juga menjadi g pusing lagi... soalnya kadang saya suka mumet kalo nggak nulis...
lama kelamaan keterpaksaan akan menjadi kebiasaan..
kalo udah biasa akan menjadi kebutuhan dan aneh kalo nggak dilakukan...
kalo saya sih...
nggak tau blogger yang lain
Rohani Syawaliah:
BalasHapusMungkin tipe Si Ismail ini tidak suka dipaksa. Begitu lahir procot sudah langsung lancar menulis tanpa perlu harus dipaksa-paksa dengan banyak latihan menulis, Hani. Jadi kita harus memaklumi dan seharusnya malah belajar dari orang yang seperti ini. :)
yg terakhir itu bener banget pak.. praktek dan praktek..
BalasHapussaya skarang akhirnya bs menulis jg :D
tomi:
BalasHapusYa, Mas Tomi. Semua rata-rata mengaku betapa pentingnya praktek untuk memudahkan kita menulis.
Ya. Praktek itu timbul karena cinta. Jika kita cinta menulis, hampir seluruh waktu kita akan teralokasikan untuk menulis dengan sendirinya.
BalasHapusSaat ujian akhir sekolah tempo SMA, lembar soalnya malah saya jadikan tempat bikin puisi, haha...
Saya sedang patah hati dan suka menulis waktu itu jadi yaaa...tidak ingat ruang tidak ingat waktu, haha..
Salam kenal bung.
Oya bung orang Prambanan? Saya lahir di sana, di desa Kemudo, rumah eyang saya dekat pabrik susu SGM, mungkin bung tahu...
Kapan-kapan saya boleh ya komentar lagi ya di sini bung, jenuh melihat blog sendiri tiap hari.
Salam.
Johnny W.
Johnny Wirjosandjojo:
BalasHapusSalam kenal juga, Mas Wahyu. Boleh saya panggil begini? :)
Oh, ya dari Parmbanan? Ini dekat dengan rumah saya. Rumah saya tepatnya di daerah Kalasan, sekita 3 KM dari bandara Jogja ke utara. Monggo, Mas saya tunggu kedatangannya kembali. Silahkan mampir juga ke rumah saya kalau nanti mudik ke Prambanan.
Saya senang dengan puisi-puisinya, Mas Wahyu. Jadi ingat dengan masa muda saya dulu pakai puisi untuk memikat wanita. HaHaHa :D
mas joko bisa bikin puisi? mana coba?
BalasHapusRohani Syawaliah:
BalasHapusTapi ada syaratnya. Harus jatuh cinta lagi baru bisa buat puisi. HiHiHi :-P
klo saya si nulis jangan banyak2 nanti keburu bosen yang baca :D yang penting maksud dan tujuan tersampaikan :D
BalasHapusjatuh cinta sama istri aja lagi....
BalasHapusayo cepet!
:D
*bawagolok*
sibair:
BalasHapusBerarti Masnya lebih cocok nulis puisi. Tak perlu panjang, hanya singkat, namun padat tapi cukup berisi. :D
Rohani Syawaliah:
Emoh, ah. Lha wong istriku tak suka dengan puisi. :)
Saya juga awal memulai blogging juga tidak terlalu memperhatikan tata bahasa dan EYD mas. Yang penting inti pesan tersampaikan.
BalasHapusMungkin bisa dibilang bahasa lisan yg dituliskan. Baru pelan-pelan mengatur tanda baca, meski nampaknya tulisan saya masih berantakan. hehehe
arief maulana:
BalasHapusKayaknya kita sama-sama sepakat bahwa alur menulis (blogging) yang paling pas ya harus begitu. Yang penting nulis dulu, pesan tersampaikan dan masalah tata bahasa dan EYD diurus belakangan sambil jalan. :)
Wah.. kalo pakai cara goblog aja DIPTARA sudah berkibar. bagaimana kalo pakai cara pinter.. :)
BalasHapusDalam segala hal termasuk urusan menulis, memang kita jadi terjebak dalam suatu angan dan keinginan yang tinggi.. walhasil hanya NATO saja hasilnya alias No Action Talk Only.
Soal tata bahasa buat saya gak pernah saya pikirin yah mengalir sajalah. Yang jadi problem buat saya yaitu menemukan ide, megolah ide dan terakhir mengemas Ide itu sendiri... Maklumlah AVR di otak saya sudah hunting sehingga Voltage Ide saya menurun karna kadang kebanyakan atau kekurangan setrum... :)
Bagi saya, menulis adalah rekaman sebuah perjalanan hidup. Sebagai sebuah perjalanan, setiap orang bisa mengapresiasi teknik dan cara yang berbeda-beda tergantung melihat dari point sebelah mana.
BalasHapusSaya pernah mengikuti pelatihan menulis dari bang Jonru di Surabaya. Memang sedikit input teknik menulis yang saya terima. Sebagian besar justru saya peroleh dari pengalaman ngeblog sehari-hari. Namun hal unik yang saya dapat adalah letupan semangat yang berapi-api setelah itu.
Jadi, fungsi panduan dan pelatihan menulis bagi saya adalah pelecut motivasi agar kita ketularan semangat yang dimiliki para penulis profesional.
saya sangat setuju dengan tulisan ini...
BalasHapuspanjenengan Kalasan to pak? saya juga dari prambanan...kalau Mr Jonny kemudo, saya cucukan, sebelah selatannya
tonykoes:
BalasHapusAh, saya masih goblok menulis, kok Mas. :D Ada saatnya nanti seorang penulis akan sangat mudah untuk menulis, Mas Tonykoes. Dan pada saat posisi seperti itu, intinya topik apapun bisa ditulis bahkan tak akan pernah habis untuk digali.
Asal jangan sampai kepikiran suatu saat menyetrumkan diri ke panel aja, Mas Untuk memancing ide buat menulis. Just Kidding :D
Agus Siswoyo:
Ada penulis (blogger) yang sangat kesulitan menulis karena sering berpikir menulis itu sulit, harus begini dan begitu. Intinya banyak sekali syarat. Maka saya menawarkan cara-cara ini agar orang-orang yang seperti itu tidak terpaku pada banyak aturan itu.
Namun ada juga orang yang menulis sudah tidak sulit lagi. Kalaupun masih ikut kursus kepenulisan lebih kepada mengasah ketajaman menulisnya, mencari tambahan wawasan dan motivasi. Dan kayaknya Mas Agus Siswoyo sudah berada di sini.
Pencerah:
Terima kasih. Ya, benar di Kalasan. Wah, asyik berarti kapan-kapan bisa Kopdar. :)
Beneficial info and excellent design you got here! I want to thank you for sharing your ideas and putting the time into the stuff you publish! Great work!
BalasHapusWahyu? Aku lho bingung mas, semua orang jawa kalo habis kenalan sama aku, pasti manggil'a wahyu...
BalasHapusNggih monggo dipanggil wahyu nggih apik.
O, Kalasan, saya pernah kesasar gak bisa balik rumah mbah dulu di Kalasan..
Nggih Insya Allah mampir, saya sudah bertahun2 gak mudik. saya ini cucu mursal mas..
Nggih maturnuwun bisa menikmati puisi-puisi saya..Hehe, waduh mikat wanita pake puisi bahaya mas, bisa gak ucul-ucul. Lengket.
Salam...sori baru mampir lagi mas..
Johnny Wirjosandjojo:
BalasHapusSoalnya nama "Wahyu" itu memang nama Jawa jadi orang dari Jawa akan cenderung manggil nama itu. :)
Berdasarkan pengalaman saya dulu begitu. Cewek banyak yang terpikat, klepek-klepek kalau diberi puisi cinta. Kayaknya jurus beri puisi ini masih jurus yang paling jitu untuk gaet cewek dari dulu. Ha Ha Ha
ga begitu setuju.... pelajarilah sedikit EYD. aturan tata bahasa, agar lebih enak dibaca. Tapi kalo memang sudah benar2 bakat sih.. no comment dah... he
BalasHapusmuis:
BalasHapusIni hanya sebuah tawaran alternatif saja, Mas diantara sekian cara belajar yang lain untuk menulis. Anda boleh tak setuju kalau merasa tak cocok. :)
Salam kenal,
BalasHapusSetuju Mas, saya baru "belajar" menulis dalam 3 minggu terakhir ini, saya jadi lebih termotivasi lagi untuk terus menulis.
Seiring berjalannya waktu keterampilan kita akan semakin terasah, terima kasih.
Olay:
BalasHapusSalam kenal juga, Mas. Ah, rupanya Anda teman sahabat saya Mas Yuda dan Mas Anis, ya? Mari terus menulis, Mas.
Wah, mantep banget Pak Joko, sy setuju. Sy jadi termotivasi nih, sy lagi belajar menulis pak, dan memang yg suka mengganjal sy itu rasa minder, krn sy cuma lulusan SMK, tpi sy coba trs belajar, dari internet, buku, memperhatikan tulisan2 di koran dll. Sy coba tulis apa saja yg ada dibenak saya. Sy jadikan kumpulan artikel pribadi. Menurut sy, yg penting tulisan sy bermanfaat bwt sy, penting, enak dibaca, bisa mengingatkan diri , membimbing diri, menjadi peta tujuan, menghibur disaat sy sedih, pokoknya sy buat tulisan sy penting bwt sy. Jd sahabat bwt sy, Insya Allah mgkin suatu saat tulisan sy bisa menjadi penting dan jd sahabat juga bwt org lain. Yg penting kan, nulis terooooss.. Hehehe..
BalasHapusTata bahasanya nyusul. Wkwkwk..