twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Kamis, 28 Januari 2010

Iklan Yang Mengusik

Moral and Intellectual IntegrityHanya sebuah iklan universitas di Jogja, sih, nggak terlalu penting banget. Tetapi kalau dicermati, kok saya pikir sangat provokatif banget, menimbulkan banyak imajinasi, maaf, liar saya? Menimbulkan banyak pertanyaan yang mengusik di benak saya. Coba amati gambar pensil dengan ujungnya yang runcing, yang digambarkan sebagai "Intellectual" dan bagian penghapus pensilnya yang digambarkan sebagai "Moral"

Coba baca juga judul iklannya "Moral and Intellectual Integrity" dan kata-kata "Membentuk insan yang berilmu dan berkepribadian".

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak saya:
  1. Apakah penganalogian ujung pensil runcing sebagai Intellectual dan penghapus pensil sebagai Moral sudah sangat tepat untuk konteks pendidikan jaman sekarang?
  2. Apakah ini artinya pintar secara intellectual saja tidak cukup jaman sekarang?
  3. Apakah sudah sedemikian pentingkah pendidikan Moral sehingga perlu ditambahkan sebagai daya pikat sebuah lembaga pendidikan?
  4. Apakah memang banyak anak-anak remaja sekarang yang kurang, maaf, bermoral sehingga meskipun sudah memasuki bangku kuliah masih tetap perlu diajarkan pendidikan Moral?
  5. Jangan-jangan memang ada yang salah dengan sistem pendidikan kita selama ini yang lebih mengedepankan sisi kemampuan akademis saja daripada Moral-nya?
Hem, itulah pertanyaan-pertanyaan saya. Saya tahu ini hanya pertanyaan yang tidak terlalu sulit untuk dijawab. Anda boleh saja menganggap ini hanya sebuah pertanyaan retorik saja, yang saya pikir Anda semua sudah pasti pada tahu jawabannya. Tetapi , saya tiba-tiba, kok jadi ingat dengan sebuah pendapat yang mengatakan "Teknologi itu Netral. Baik dan buruk, salah dan benar tergantung kitanya yang menyikapi teknologi tersebut gimana."

Teknologi, seperti yang Anda tahu adalah produk yang lahir dari sebuah Intelektualitas. Kalau pun sekarang muncul sebuah teknologi "Cara Membobol ATM Bank" yang akhirnya disalahgunakan untuk membobol rekening orang lain, sepertinya bukan teknologinya yang salah tapi Moral para pemakai teknologinya yang perlu diluruskan. Betul tidak? Silahkan kalau Anda ingin berpendapat.




Bookmark and Share

5 komentar:

  1. kalo saya tangkap dari iklan tersebut,, baik maksudnya.... bukan rahasia lagi, kalo moral sudah semakin terkikis di negeri "demokratis" ini (bisa nya cuma demo :D). Maksud baiknya adalah.. mereka ingin mengedapakan pendidikan intelektual + moral...

    semoga maksud baik mereka dapat terealisasi dengan baik... amien.

    tulisan2 an bagus mas.... keep posting hehe

    BalasHapus
  2. Si tukang desain iklan (atau si pemesan) mungkin punya maksud sendiri :)

    Kalau dilihat dari jauh, yang nancap di mata dari billboard itu mungkin adalah gambar ujung pensil dan penghapusnya. Maklum, tempat pendidikan :)

    Soal ujung pensil yang dihubungkan dengan intelektual, dan penghapus yang dikaitkan dengan moral... Itu perlu waktu beberapa detik untuk menyadari dan merenungkannya :)

    BalasHapus
  3. akbar: Moral yang terkikis? Mudah-mudahan lembaga pendidikan di negara kita peka terhadap isu ini sehingga bisa meniru jejak universitas dalam iklan itu.

    Mardianto: Apa kabar, Mas Mardianto? Lama nggak mampir kesini? Semoga aja seperti yang Mas Mardianto bilang: "Orang-orang bisa merenung dan menangkap pesan dalam iklan itu, Mas."

    BalasHapus
  4. ” Moral itu bukan deretan nilai A atau B, juga bukan nilai 10 atau 9, bukan pula source code yang terstruktur, tetapi moral itu adalah sebuah prilaku yang menunjukkan bahwa kita adalah manusia yang mempunyai hati, bukan hati yang sakit ataupun hati yang kotor, tetapi hanya satu tempat bersemayamnya moral, yaitu hati yang sehat dan bersih” baca keterangan selengkapnya http://blog.uad.ac.id/hendramawan/2011/12/18/pentingnya-moral-di-dalam-intelektualitas/#more-87

    BalasHapus
  5. hendramawan:
    Wow, akhirnya orang dari universitas yang saya tulis ini datang ke blog saya. Terima kasih sudah mampir dan memberikan penjelasannya di blog saya, Pak Hendramawan.

    BalasHapus