twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Senin, 31 Januari 2011

Berciuman Pipi Dengan Lawan Jenis, Bagaimana Menurut Anda?

BerciumanAda orang yang bilang katanya penampilan saya ini sangat fashionable, mirip dengan gaya cowok metro seksual karena dandanan saya yang katanya selalu fashion. :D *Narsis Mode On*. Gimana ndak suka fashion, lha sehari-hari kerjanya di tempat fashion (dept store), masak tidak mengikuti style fashion dari barang dagangannya yang dijual?

Gitu kira-kira alasan saya kalau ada orang yang bertanya, tak terkecuali barangkali itu Anda. Namun satu hal, ada sisi kontras pada diri saya yang berbeda 180 derajat dengan keadaan ini. Apa itu? Tentang masalah berciuman. Ups, tepatnya bercipika-cipiki dengan orang lain, terutama dengan wanita.

Saya ingin bertanya: Adakah orang yang sama dengan saya, yang merasa tak nyaman kalau harus cipika-cipiki dengan orang lain? Terlebih itu cipika-cipiki dengan orang lain yang berlainan jenis dengan Anda. Atau jangan-jangan yang merasa tak nyaman itu hanya saya sendiri saja? Duh! :(

Jujur, kalau mau saya hitung berapa jumlah orang (wanita) yang pernah bersentuhan pipi dengan saya sepanjang umur hidup saya, rasanya masih amat sedikit. Bisa dihitung dengan jari. Bahkan karena saking sedikitnya saya masih bisa mengingat dengan jelas atau persis satu per satu siapa-siapa saja wanita-wanita itu, yang pernah bersentuhan pipi dengan saya. Bukan apa-apa, karena dalam setiap kesempatan saya memang berusaha menghindarinya untuk tidak cipika-cipiki dengan orang lain. Meskipun lingkungan saya menganggap ini sebagai sebuah kebiasaan yang wajar.

Anda ingin tahu siapa saja wanita yang pernah bercipika-cipiki dengan saya? Pertama, salah satu teman kantor saya di pekerjaan saya waktu di Surabaya dulu. Kedua, seorang wanita yang menjadi atasan saya. Dia adalah seorang direktur di perusahaan tempat saya bekerja. Ketiga, sisanya adalah mantan pacar saya yang jumlahnya juga tak banyak. Untuk istri, anak-anak dan keluarga saya tak masukkan di sini karena tentu saja wajar, kan seorang suami (saya) mencium istri dan anak-anaknya.

Di kehidupan masyarakat modern seperti sekarang ini sepertinya pemandangan dua orang bertemu kemudian saling berangkulan dan cipika-cipiki saat berjumpa saya rasa bukan pemandangan yang asing lagi. Benar, tidak? Justru akan terlihat kaku dan kurang gayeng (akrab) kalau bertemu dan hanya sekedar berjabatan tangan saja.

Sayangnya, saya ini yang merupakan bagian masyarakat modern yang katanyanya metro seksual tapi kenapa tetap kuno, punya perasaan rikuh dan tidak nyaman melakukan ini? Kurang nyaman, maaf saya tak menyebutnya risih, kalau harus bersentuhan pipi dengan orang lain meskipun itu kawan saya sendiri. Adakah yang salah dengan diri saya? Bagaimana kalau menurut pandangan Anda menyikapi hal ini? Apakah menurut Anda cipika-cipiki itu masih wajar dan wajib Anda lakukan jika bertemu dengan teman Anda. Atau sebaliknya?

Monggo Anda bisa sharing dengan saya. Apapun pendapat Anda akan saya tampung dan akan menjadi masukan positif buat saya. Terima kasih sebelumnya, bagi siapa saja yang mau meluangkan waktunya untuk menanggapi artikel ini.

Sumber Foto: Embrace


Bookmark and Share

23 komentar:

  1. menurut saya tidak wajar untuk melakukan hal tersebut, masalahnya memang bukan pada tempatnya... Kan bukan muhrim, itu istilah gampangnya untuk yang muslim. Kita kan orang timur, itu pendapat saya sebagai warga negara endonesah yang tercinta ini..

    saya kalo sama yang lebih tua malah lebih suka mencium tangannya saja.. daripada cipikacipiki sama saya

    ntar naksir lo

    habis cipikacipiki malah kebayang-bayang wakah saya terus kan repot..

    :D

    BalasHapus
  2. Ya kalau Pak Joko merasa tidak nyaman jangan dipaksakan. Masing-masing dari kita kan punya nilai-nilai sendiri yang dianut. Kalau Pak Joko merasa risih, ya tidak usah cipika cipiki. Senyamannya Pak Joko saja lah. :D

    BalasHapus
  3. sebenarnya pegang tangan aja nggak boleh, apalagi pipi. Apalagi bagi yg berpacaran, padahal dalam agama status pacaran itu sama saja dengan berteman, Jadi sebenarnya klo pacarnya klo pacar direbut orang itu ngga ada hukum nya makruh dan yg terbaru ada status Just Friend, cuma teman tapi kayak pacaran. Dan saat ini diindonesia malah ada kelas seminar untuk cari pacar di situs hitmansystem.com, pencinta-wanita.com/blog

    BalasHapus
  4. Rohani Syawaliah:
    Menurut Hani itu tak wajar, ya cipika-cipiki? Berarti tindakan saya untuk berusaha selalu menghindar itu sudah benar seharusnya, meskipun di lingkungan pekerjaan saya hal itu sudah dianggap lumrah.

    Oh, padahal saya pingin sekali kalau suatu saat ketemu Hani bercipika-cipiki, lho. Ha Ha Ha :D

    Kimi:
    Saya pernah dihadapkan pada situasi begini, Mbak Kimi. Saya bersama semua kawan-kawan saya di pekerjaan membentuk sebuah lingkaran besar dalam acara perpisahan. Kemudian satu per satu harus cipika-cipiki dengan seseorang yang amat penting dengan cara bergantian.

    Nah, gimana saya mau menghindarinya. Saya takut orangnya tersinggung kalau tiba giliran saya, saya tak mau berciuman sendiri padahal lainnya semua sudah berciuman pipi. Dan orang itu adalah direktur saya. :)

    motivasi hendra:
    Kalau dilihat dari perspektif agama (islam), ya memang tak boleh. Bahkan pegangan tangan bersalaman aja ada yang tak membolehkan.

    BalasHapus
  5. Dosa pak. Prinsip saya sederhana, ambil selamat. Sadar diri ga ngerti agama, ga bisa beribadah banyak, setidaknya jangan nambah-nambah dosa. Kalau sudah urusan dosa, alasan kepantasan, kesopanan, adat timur, dst sudah tidak akan ada gunanya lagi.

    BalasHapus
  6. Sebenarnya tergantung budaya dan individu itu sendiri. Jika semuanya relevan, ya saya rasa tidak ada masalah, dan tidak ada alasan untuk mempermasalahkannya :).

    BalasHapus
  7. wadow...budaya barat memang kadang membawa nikmat, tetapi sayangnya bertentangan dengan adat ketimuran dan secara pribadi kok rasanya juga risih kalau saya mengalami sendiri, dan idealnya cium tangan saja lebih dari cukup kalau betemu dengan yang lebih tua. Mas Joko mungkin sulit melupakan kenangan itu ya sampai harus berbagi ke sahabat blogsphere hayoo ketahuan?

    BalasHapus
  8. Jeprie:
    Berarti Mas Jeprie jika pada posisi sama seperti saya akan cenderung melakukan seperti saya, ya? Menghindarinya? :)

    Cahya:
    Jawaban Mas Cahya sangat demokratis dan cenderung memilih jalur (jawaban) aman, nih. HeHeHe

    agus BF:
    Mas Agus juga kayak saya berarti, cenderung risih, ya? Ya, saya tetap tak bisa melupakan kenangan itu, Mas. Sengaja saya membagi pengalaman itu di sini. Saya ingin tahu gimana pendapat orang lain saat melakukan cipika-cipiki ini.

    BalasHapus
  9. Pemikiran saya sih gampang. Jangan main-main dengan aturan agama. Kalau dibilang dosa ya dosa. Nggak ada diskon dalam hal ini.

    BalasHapus
  10. berciuman cipika cipiki memang jarang saya lakukan,wong lingkup kerja dan patner kerja juga lontong semua,bisa jadi maho saya kalau cipika cipiki dengan laki...

    tapi bukan berarti saya tidak pernah melakukannya,ketika berkumpul dengan saudara istri yang kebetulan suami-suami mereka orang Taiwan dan Chinese,mau tak mau saya juga harus ikutan cipika cipiki ketika bertemu,karena memang niat awal hanya memperarat tali silaturahim,tidak lebih..dan mungkin itu budaya mereka..

    nggak ada salahnya jika saya cipika cipiki dengan saudara,karena niat awal bukan nafsu..dan jika di tanya bagaimana rasanya cipika-cipiki dengan saudara?..jawabnya "hambar" ..no sensasi..lebih nikmat dengan istri...

    sebenarnya itu masih bisa menjadi polemik,di negara Indonesia yang serba nanggung ini,budaya liberal dan western tak akan mungkin di tolak masuk,predikat sih sebagai negara yg penduduk muslim terbesar di dunia,tapi ideologi dan dasar negara bukan Islam...malah pancasila...

    mereka koar-koar penganut Islam,bukan muhrim,cipika cipiki haram,ketemu cewek cakep masih lirik juga,di ajak salaman masih mau juga,alasannya sama,menjaga tali silaturahim,padahal bukan muhrim..tidak konsisten..kampret..munafik...

    jadi nggak perlu munafiklah,sok suci,tergantung nawaitu-nya saja,jika di pandang cipika cipiki lebih mendatangkan mudharatnya ya jgn di lakukan, jgn mencela yg lain...


    semua bilang dosa,pacaran jalan terus,padahal jika mereka kembalikan ke ajaran mereka yg mengaku Islam,nggak ada ceritanya pacaran di halal-kan dalam ajaran Islam...

    jika memang naitunya nafsu,tidak usah cipika-cipiki,pergi ke lokalisasi saja..

    BalasHapus
  11. Agus Siswoyo:
    Kalau melihat dari kaca mata agama (Islam), iya ini sesuatu yang tidak bisa ditolerir.

    widodo:
    Terlepas ditinjau dari perspektif agama (Islam) memang melarangnya namun jawaban Mas Widodo kalau menurut pendapat saya sangat demokratis, dan yang terpenting paling realistis dengan fakta yang ada.

    Di lingkungan orang-orang modern, atau di kelas pergaulan orang menengah ke atas cipika-cipiki itu sudah pemandangan umum yang biasa kita lihat. Biasanya orang yang mendapat pengecualian dan pemakluman dari orang lain adalah tipe orang yang agamanya kuat (santri) sehingga orang lain akan memakluminya. Contoh kasus Tifatul Sembiring yang sebetulnya tak mau bersalaman tangan istri Presiden Obama. Tapi karena kepaksa disodorin tangan oleh Michele Obama jadinya bersalaman.

    Namun akan terlihat, benar kata Mas Widodo, munafik kalau kita berpendapat tak boleh cipika-cipiki tapi melihat cewek cantik masih suka ngelirik, bersalaman dengan wanita cantik juga hooh. pacaran berdua-duan di tempat sepi masih "Yes" sering dilakukan.

    BalasHapus
  12. benar, kalau dipandang dari aspek agama tentu tak diperbolehkan,
    kalau dipandang dari sisi masyarakat modern wajar and biasa aja,
    kalau dipandang dari sisi pribadi wow, tentu merupakan hal yang asyik tuh...

    BalasHapus
  13. oh ya? mas Joko fashionable ya? hehehe (ini di luar dugaan saya).

    di kehidupan saya sendiri, sangat jarang (hampir tidak pernah) mendapat kesempatan cupika-cupiki. apalagi saya kuliahnya di UIN. Kerja di Warnet, ga mungkin juga ngajak user cupika-cupiki, heheheh.

    tapi tahun lalu saya magang di Hotel bintang 5 gitu. terus pas acara Tahun baru, saling ngucapin selamat tahun baru, dan yah, terjadilah ritual cupika-cupiki itu (pertama kali dalam hidup saya).

    awalnya kaget, tapi lama-lama asik juga, hehehe. kaya' disetrum..hohoho. apalagi saya magangnya di divisi sales and marketing.

    mengenai nyaman dan tidak nyaman itu, sepertinya, Istri mas Joko yang paling senang membaca postingan ini. hehehehe

    BalasHapus
  14. @Widodo: Ada statement yang perlu saya bahas. Perbuatan baik buruk tidak dinilai dari niatnya saja tapi juga harus dilihat hukum perbuatan itu sendiri.

    Misalnya orang sholat shubuh lima rakaat tidak bisa dikatakan baik walaupun dia berniat baik.

    @Joko Sutarto: Munafik itu punya definisinya sendiri. Tidak bisa kita menunjuk munafik pada orang yang masih suka ngelirik cewek cantik tapi bilang itu dosa.

    ---------
    Saya tidak mau perpanjang ini, saya sendiri tidak begitu mengerti agama. Daripada ngomong tanpa ilmu tentang agama lebih baik diam.
    ---------

    Pak Joko, kalau lihat rekaman di Youtube ga ada sama sekali kesan terpaksa dari Tifatul. Malah dia sendiri yang nyodorin tangannya. http://www.youtube.com/watch?v=MzLaKriBtWU&feature=related

    Kalau benar-benar terpaksa dia bisa saja mundur atau angkat tangan. :)

    BalasHapus
  15. Hanya satu kata dari saya : D O S A... titik.

    BalasHapus
  16. Ini sekadar pendapat, dan pendapat ini bisa saja benar, bisa pula keliru. Sebenarnya ini budaya biasa, sama biasanya dengan budaya lain, yang mungkin biasa kita lakukan.

    Yang menjadikan masalah ini (cipika cipiki) jadi terkesan berat adalah karena kita hidup di negara yang nanggung, dan memandang budaya tersebut dengan perspektif yang sama nanggungnya. Kita tahu budaya itu berasal dari barat, sementara kita hidup di negara yang "kacau" (western bukan, muslim kaffah juga bukan). Akibatnya ya itu tadi, nanggung.

    Dalam hal ini, saya lebih suka mengembalikan sistem nilai pada diri sendiri. Kalau kita merasa nyaman melakukannya, monggo lakukan. Kalau tidak nyaman, ya jangan lakukan. Jangankan untuk sesuatu yang jelas salah atau masih remang-remang (subhat), bahkan untuk melakukan hal yang benar pun kita (diakui atau tidak) membutuhkan kenyamanan diri. Analogi mudahnya, kita tidak mungkin sholat di tengah keramaian swalayan atau pasar malam, sebagaimana kita tidak mungkin berciuman di tengah jamaah dalam masjid, meski itu dengan istri/suami sendiri.

    Jadi, menurut saya, intinya bukan semata-mata pada apa yang kita lakukan, tapi juga pada kenyamanan hati kita dalam melakukannya. Omong-omong, saya sendiri tidak nyaman dengan budaya cipika-cipiki.

    BalasHapus
  17. Walaupun saya agak risih melakukan hal ini tapi saya sendiri ngga merasa ada yang salah dengan cipika cipiki, asalkan hal tersebut tidak dilandasi dengan nafsu...
    Pingin tahu bro, gimana penampilannya sekarang

    BalasHapus
  18. Halaman Putih:
    Kalau buat Anda sendiri cenderung sudut pandang yang mana yang akan dipilih? Apa yang terakhir? :D

    Huda Tula:
    Fashionable hanya untuk tuntutan profesi aja, kok Mas Huda. Cuma, ya akhirnya itu terbawa juga ke penampilan sehari-hari.

    Istri saya senang? Maksudnya senang karena suaminya tidak berciuman dengan banyak wanita lain gitu. He He He.

    Jeprie:
    Kalau tentang penyebutan kata "Munafik" mungkin yang lebih tepat "Inkonsistensi" atau "Kontraproduktif", Mas Jeprie. Di satu sisi membuat pernyataan dosa tapi di sisi lain masih ...... Tapi sudahlah, kalau soal agama sebaiknya kita tak berdebat. Saya pun juga masih cetek (dangkal) pemahaman agamanya. :)

    Kalau tentang video Pak Tifatul Sembiring di Youtube, seperti yang sudah saya mention ke Mas Jeprie di twitter ternyata benar. Saya tak melihat ada keterpaksaan karena sodoran tangan istri Presiden Obama. Terima kasih untuk koreksi dan linknya, Mas Jeprie.

    Rudy:
    Kalau Mas Rudy Azhar, kan orangnya sangat agamis maka tentu saja itu perbuatan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dosa! :)

    Hoeda Manis:
    Ya, di negara kita memang nanggung budayanya, Mas Hoeda. Dianggap barat, nggak dan muslim kaffah juga bukan jadi untuk urusan begini yang seharusnya budaya biasa jadi penuh dilematik di negara kita. Yang susah orang seperti saya ini yang juga nanggung-nanggung agamanya. HaHaHa.

    Dan ternyata, lagi-lagi bukan saya sendiri aja yang tak nyaman, toh. HeHeHe... Ternyata Mas Hoeda juga, ya? Terima kasih, setidaknya saya bukan orang yang sendirian yang punya perasaan kurang nyaman melakukan cipika-cipiki ini. :)

    Oh, ya Mas Hoeda. Selamat, ya salah satu bukunya yang tentang cara belajar saya lihat masuk best seller di Gramedia. Hem, tapi buku-buku Mas Hoeda yang lainnya kenapa banyak yang kosong, ya stocknya.

    bro eser:
    Kalau bro eser, kan dari Manado, pasti di sana sudah biasa ya untuk urusan cipika-cipiki begini. Masak masih agak risih?

    Maksudnya penampilan saya, ya? HaHaHa... Masa-masa Narsis sudah lewat, Bro.

    BalasHapus
  19. Kalau saya tetap memegang teguh adat ketimuran, seenggaknya jangan di depan umum lah, saya rasa kita tidak akan dianggap katrok oleh bangsa lain, kalau kita benar-benar berprinsip pada budaya adat kita, malah saya yakin bangsa lain akan lebih hormat dan segan.

    BalasHapus
  20. dresses and wedding:
    Kalau pernyataan masih memegang teguh adat ketimuran berarti Anda berpendapat cipika-cipiki itu tak pantas buat bangsa kita yang orang timur? Benar?

    Hanya, yang rada susah menghindarinya agar tidak di tempat umum ini yang agak susah. Karena seringkali saya berada di lokasi umum. Misal di ruang meeting yang dihadiri banyak orang.

    Terima kasih untuk pendapatnya. :)

    BalasHapus
  21. @dresses and wedding: saya setuju dengan Anda, nilai kesopanan budaya timur adalah budaya yang luhur.
    Menurut Islam juga tidak diperbolehkan. Yang selain Islam, saya ambil contoh umat Hindu di Bali, mereka yg memegang adatnya jika bertemu dengan orang lain cuma menangkupkan tangan di dada sambil mengucapkan salam khasnya.
    Saya sendiri tidak pernah cipika-cipiki baik dengan wanita atau pria. Paling-paling cuma cium kponakan saya yg masih kecil-kecil..
    Walaupun semua itu terserah pada kita sendiri mau melakukan cipika-cipiki atau tidak, tetap saya menyarankan untuk tidak melakukannya.
    Saya bukan tidak menyarankan, tapi saya menyarankan untuk tidak !

    Ngomong-ngomong soal Tifatul Sembiring, ada lho tokoh dari negara lain...
    coba lihat ini
    http://3.bp.blogspot.com/_-8KsPgloS88/S8KSLo58PlI/AAAAAAAAAYo/AQGHkVS0uaU/s1600/no+salam,+fikirdanrisau.jpg

    BalasHapus
  22. faqeeh:
    Terima atas pendapatnya Mas Faqeeh. Dan juga link referensi tambahannya. Ya, Presiden Iran itu bisa jadi teladan bagaimana sebaiknya cara menghindari salaman dari orang yang bukan muhrim

    BalasHapus
  23. Sama, Mas. Nggak nyamanlah cipika-cipiki dengan lawan jenis. Saya dengan teman cewek aja jarang cipika-cipiki, apalagi dg cowok... makaseehhh....
    :D

    BalasHapus