twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Senin, 05 April 2010

Sudahkah Anda Peduli?

Citi WalkHanya foto pemandangan di salah satu sudut jalan di Malioboro Yogyakarta. Tolong Anda perhatikan garis border bertekstur warna kuning di tengah-tengah trotoar. Awalnya saya tidak tahu apa fungsi border tersebut. Seorang kawan memberitahu saya: Itu adalah penunjuk jalan buat kaum difabel, tepatnya para Tuna Netra.

Seiring dengan site plan, tata kota di kota-kota besar di negara kita, pembangunan kini lebih mengarah ke Humanis, memperhatikan kepentingan dan kenyamanan para pejalan kaki. Saya ambil contoh konsep Citi Walk banyak muncul dan dibangun di kota-kota besar. Saya sebut seperti di kota Surabaya, di sepanjang jalan Darmo-jalan Basuki Rahmat hingga ke arah Tunjungan. Sepanjang jalan Slamet Riyadi di Kota Solo dan jalan Malioboro Jogja seperti yang saya sebutkan dimuka tadi sebagai contoh.

Mensyukuri hidup terhadap apa yang diberikan Tuhan adalah sudah semestinya dan seharusnya kita lakukan sebagai bentuk rasa terima kasih kita kepada Tuhan sang pencipta. Tapi bersyukur saja tentu belumlah cukup kalau kesempurnaan yang Anda miliki hanya Anda nikmati buat diri Anda sendiri tanpa bertindak peduli kepada orang lain di sekitar Anda. Terutama peduli pada kaum difabel yang notabene tidak mempunyai kesempuranaan seperti kondisi yang Anda miliki.

Pertanyaan saya: Sudahkah Anda peduli dengan kaum difabel di sekeliling Anda?




Bookmark and Share

8 komentar:

  1. Saya perhatikan bahwa sekarang kita tidak lagi menerjemahkan kata "orang cacat" menjadi "disable", tetapi diganti menjadi "difabel". :-)

    BalasHapus
  2. Terus terang saya sendiri belum 100% peduli terhadap kaum difabel atau Tuna Netra apalagi yang berhubungan dengan blogging dan dunia maya.

    Seorang Tuna Netra untuk dapat mengakses internet membutuhkan fasilitas special di antaranya screen reader, dan supaya blog kita bisa diakses oleh mereka, salah satunya harus lulus standar accessibilitas W3C.

    Jangankan lulus accesibilitas, valid HTML dan CSS berdasarkan W3C saja, saya merasa kewalahan (hanya beberapa website saya yang lulus W3C Validator untuk HTML dan CSS).

    Kalau Mas Joko lihat blog Mas Anis (jabarview.com), sering berubah-ubah termasuk layout, font, warna dll, atau dalam mode maintenance, kenapa? karena saya tahu persis bahwa teman saya itu berusaha untuk peduli terhadap kaum difabel agar blognya dapat diakses oleh semua kalangan. Saya perlu belajar banyak dari Mas Anis.

    Terima kasih dan mohon maaf kepanjangan.

    BalasHapus
  3. wah...jakarta saja sepertinya belum seperduli itu mas..

    Untuk beribadah ajah...mereka ndak diperdulikan. Saya pernah lihat sulitnya tunanetra menemukan lokasi berwudhu, meluruskan shaf ketika sholat. HAl yang buat kita cukup mudah

    BalasHapus
  4. Vicky Laurentina: Betul, Mbak Vicky, kata Difabel secara kasta bahasa lebih halus dan enak didengar daripada menyebut orang cacat. Mungkin kasusnya mirip dengan menyebut etnis Cina dengan sebutan Tionghoa atau Chinese dibanding menyebut Cina.

    Yuda: Saya tidak tahu blog saya termasuk yang mana? Apakah sudah friendly terhadap mereka, para Difabel apa tidak? Dulu dipostingan 7 Tips Memilih Template Blog, saya dapat masukan positif dari Mas Anis tentang hal tsb. Salah satu sarannya yang kemudian saya ikuti adalah agar tetap membiarkan underline ada di setiap Anchor Text. Karena ada orang2 tertentu yang tidak bisa membedakan warna.

    bukan detikcom: Kalau di Jakarta sarana umum yang saya lihat sudah peduli dengan Difabel adalah Busway, Mas Gardino. Haltenya ada ramping jalan naik buat mereka, terus tinggi halte saya lihat sangat presisi dengan ketinggian lantai Busway. Ini sangat memudahkan Difabel yang pakai kursi roda. Beda sama Busway yang di Jogja masih kurang nyaman buat para Difabel

    BalasHapus
  5. bener. tapi sekarang jogja semakin padat, semakin banyak setiap tahunnya warga jogja yang datang dari daerah lain (mahasiswa) tapi yang keluar dari jogja gak sebanding tiap tahunnya. sehingga semakin lama semakin padat.

    BalasHapus
  6. Wah, saya termasuk yang disindir ini. He2... Karena saya juga pendatang yang akhirnya menetap di Jogja. Cuma ini bukan atas kemauan saya, Mas. Company tempat saya kerja yang mindah saya ke Jogja.

    BalasHapus
  7. sy suka artikel ini bro. pendek tp membuat sy berpikir dan bersyukur...

    BalasHapus
  8. Shining Like A Candle:
    Sama-sama, Bro. Terima kasih juga jika tulisan pendek ini bisa mengingatkan Anda.

    BalasHapus