twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Selasa, 15 Juni 2010

Benarkah Ide Listrik Gratis Itu Gila Dan Tak Rasional?

Dahlan IskanSaat mendengar lontaran pendapat dari Direktur Utama PLN, Dahlan Iskan yang mengusulkan listrik gratis buat pelanggan rumah tangga atau golongan pelanggan R1 daya 450 VA. Yang kemudian menemui banyak tanggapan kontra, sinis dari banyak kalangan, termasuk dari para wakil rakyat di DPR atas usulan nyeleneh itu, saya jadi tergelitik untuk menulis sekedar note opini ini.

Bukannya saya sok membela Dahlan Iskan dan PLN yang kemarin sempat saya teriaki Gila, Sejak Kapan di PLN Ada Tawar Menawar?, gara-garanya ada oknum pegawainya yang coba mbeling ke saya, tapi coba dengar dulu apa yang menjadi alasannya?

Alasan Dahlan Iskan: Selama ini yang selalu jadi dalih atau argumen para pemrotes kenaikan TDL adalah selalu rakyat miskin yang jadi alasannya. Bagaimana dengan pengguna listrik lain yang jumlah dan value rekeningnya lebih besar, yang jumlahnya justru lebih banyak dan lebih gede dari golongan yang belum mampu bayar listrik? Contoh seperti industri, Mal-mal, rumah-rumah perumahan menengah dan rumah real estate. Jika listrik buat orang miskin (pelanggan R1/450 VA) digratiskan, di satu sisi itu sangat menolong orang miskin sementara pada sisi lain, pada orang yang mampu bayar jika diberikan tarif listrik yang tidak sesuai, lebih rendah dari harga yang semestinya, yaitu seharusnya Rp 1000/KWH sesuai harga pokok dari PLN, bukankah ini justru subsidi yang tak mengena sasaran, seperti nguyahi segoro (menggarami laut) saja?

Saya beri sedikit gambaran, contoh tarif pada pelanggan bisnis golongan B3/TM di TDL 2004 yang berlaku sampai sekarang ini, harga per KWH-nya masih Rp 452 pada LWBP (Luar Waktu Beban Puncak) dan Rp 904 pada WBP (Waktu Beban Puncak). Artinya apa itu bukan berarti harga retail listriknya masih 50% dari harga pokok PLN kalau tarifnya pada waktu jam normal di waktu LWBP (pukul 22:00 – 18:00)?

Atau Anda ingin tahu sekedar contoh berapa besaran rekening listrik sebuah perusahaan padat karya? Biaya listrik sebulannya bahkan bisa lebih gede dari membayar gaji karyawannya. Bisa lebih gede dari total listrik yang dibayar warga sekampung yang hidup sederhana seperti tipe pelanggan R1/450 VA di desa. Taruhlah listrik rumah tangga sederhana rata-rata rekeningnya Rp 30.000 sebulan. Jika jumlah orang sekampung misalnya ada 500 KK. Berapa totalnya? Hanya Rp 15.000.000 bukan? Bandingkan dengan satu perusahaan Dept Store saja yang sebulan bayar listriknya ada yang sampai Rp 250-an juta sebulan.

Dahlan Iskan sudah memberikan hitung-hitungan matematisnya. Jika akan menggratiskan listrik pada pelanggan 450 VA. Setelah dihitung-hitung, toh PLN hanya rugi Rp 1.5 triliun dan benefitnya secara quantity itu lebih banyak menjangkau meringankan banyak orang pelanggan, sampai 20 juta pelanggan. Sementara di sisi lain malah PLN bisa menerima pendapatan baru sekitar Rp 30 triliun dengan memberikan harga yang benar pada pelanggan listrik yang mampu, salah satunya dari pelanggan bisnis dan industri tadi.

Bukankah itu sesuatu yang patut dipertimbangkan? Gimana kalau menurut pendapat Anda? Sekali lagi, bukankah ini sebuah ide brilian meskipun teknis pelaksanaannya tak semudah itu akan bisa dilaksanakan? Mengapa? Karena sesuatu yang gratis memang tidak selamanya mendidik sebab rawan sekali terhadap tindak kecurangan dan keserakahan.

Pertanyaan saya: Masihkah Anda menganggap ide ini gila, kurang waras dan tak rasional? Atau Anda punya ukuran tersendiri mengenai arti gramatikal kata waras dengan perspektif yang berbeda?




Bookmark and Share

7 komentar:

  1. Kalau Dahlan Iskan punya alasan dan perhitungan matematis sperti yg disebutkn diatas, sy turut mendukung mmg prlu dipertimbangkan.

    Hebat klu Indo bs seperti itu, di Saudi skrg sy krg tau tp yg jelas km mndptkn keringanan membayar listrik wlu pemakaian lumayan bsr (semua perlengkapan rumah serba listrik) listrik dit4 km ditanggung 4 klrga, klu musim panas plg tinggi 50 real prbln u/stp klrga krn pnggunaan AC yg lbh bnyk dimusim trsbt kadang dimusim dingin malah g' bayar (alias dibayarin tetangga krn katax sdkt skali tagihan rekeningx) bahkan sebagian apartemen mahasiswa (u/apartemen yg lbh bnyk mahasiswa majister& doktoralx jg org eropa-krn muallaf dpt prhatian lbh-)listrik gratis, koneksi internet gratis.

    Klu air smua gratis. Bahkan dijalan2 kita dgn mudah bisa mndptkn penampungan air yg berisi air minum segar dan dingin yg gratis.

    BalasHapus
  2. Admin:
    Ini baru pengalaman menarik dari negara lain seperti Saudi Arabia. Terima kasih, Mbak Ukhti paling tidak kita bisa berkaca dari negara lain tentang fasilitas umum yang gratis ini. Di negara kita memang masih minim sarana2 yang gratis seperti air miunum gratis itu. Hanya ada di lokasi-lokasi tertentu saja seperti di Bandara dan tempat2 wisata.

    Kalau berbicara air minum gratis saya jadi ingat kebiasaan orang Jawa jaman dulu yang suka menaruh kendi di depan rumah untuk memberi minum orang yang lewat. Sayang kebiasaan ini sudah ditinggalkan karena ditelan modernisasi jaman

    BalasHapus
  3. Statistik dan perhitungan matematis memang sering dimanfaatkan untuk kepentingan golongn tertentu.. Terkadang hitung-hitungan yang logis malah tidak dipercaya (seperti kasus PLN ini) dan itung-hitungan yang tidak logis justru mendapatkan dukungan (misalnya Impor gula, beras dsb)..

    BalasHapus
  4. Yang menganggap gila pasti org2 mustakbirin Pak. Alasannya klasik, Mengurangi pendapatan perusahaannya. Sedikitpun pun mereka tidak pernah memikirkan kaum mustad'afin (golongan akar rumput).

    BalasHapus
  5. ArdianZzZ:
    Saya No Comment saja, Mas Ardian kalau yang menyangkut hitung2an yang tak logis pada kasus impor gula dan beras tersebut. Kalau kasus listrik mungkin saya berani berkomentar karena itu bidang saya. He....He....

    Padly Rahman:
    Mudah-mudahan orang-orang semacam itu segera tersadar, Mas Padly.

    BalasHapus
  6. thanks infonya gan ..

    BalasHapus
  7. wah kalau sampai kejadian lumayan juga ki,
    he2

    BalasHapus