Untung saja saya pernah tinggal di Surabaya, merasakan bagaimana macetnya jalan Ahmad Yani sampai jalan Embong Malang Surabaya saat jam berangkat dan pulang kantor. Untung saya pernah tinggal juga di Jakarta, merasakan betapa macetnya semua jalan-jalan di Jakarta. Dan untungnya lagi saya pernah merasakan saat awal-awal belajar mengakses apa itu namanya internet sekitar 12 tahun yang lalu. Maaf, kalau Anda umurnya lebih muda dari saya, betapa Anda mungkin belum merasakan betapa sangat nunak-nunuk-nya (lambat aksesnya) koneksi internet kala itu. Tapi jika Anda sebaya bahkan lebih tua dari umur saya maka saya hanya bisa bilang keluhan saya mungkin tak seberapa dengan pengalaman lebih tak menyenangkan yang pernah membuat Anda jauh lebih sabar dari saya saat mengalami masa dimana komputer kala itu masih merupakan barang mewah, sulit dimiliki oleh perorangan, apalagi yang namanya ngakses internet.
Coba Anda bayangkan dan bandingkan, modem saya waktu itu kecepatannya hanya 32 kbps, didukung juga oleh putus nyambungnya koneksi dial up Telkom yang amat buruk. Sekali lagi, bayangkan dan bandingkan dengan kecepatan internet broadband sekarang ini yang sudah kian cepat. Buka video YouTube saja bisa tanpa tersendat. Artinya kecepatan internet Anda sudah diatas 384 kbps, setara kecepatan teknologi 3G mobile broadband saat ini. Bahkan modem saya kini pernah bisa nembus angka 3141,8 kbps. Angka tertinggi yang pernah saya capai sepanjang umur hidup saya, terukur BitMeter dan tertangkap modem di notebook saya. Baca artikel saya Era Baru Layanan Mobile Broadband Sudah Dimulai.
Hanya satu kata kesimpulannya: Sabar. Sabar. Sabar. Mungkin kata itu yang paling tepat jika Anda mengeluh dengan buruknya koneksi internet di daerah Anda yang kebetulan jauh dari namanya kecepatan Internet broadband. Namun masih mending kecepatan internet sekarang. Selambat-lambatnya mungkin masih jauh lebih baik dari kecepatan 32 kbps modem saya tahun 1998 kala itu.
Ah, barangkali Anda ingin berkaca ke negara Korsel yang speed internetnya tertinggi di dunia, sampai 20,4 Mbps? Jangan, ah saya jadi tersindir dengar ucapan Dahlan Iskan baru-baru ini di stasiun TV swasta. Banyak orang mengeluhkan Kenaikan TDL di satu sisi, termasuk saya, dan barangkali juga Anda. Mempermasalahkan mahalnya bayar listrik sebulan tapi tak pernah mengeluh dan mempermasalahkan ngopeni pulsa handphone sampai beberapa buah dan mampu berlangganan BIS Blackberry, bahkan langganan internet DSL atau mobile broadband unlimited yang harganya tak murah.
Satu yang perlu Anda renungkan, terkadang kita baru merasakan betapa menyenangkan dan enaknya tinggal di daerah yang jalanannya selalu lancar, tidak macet seperti halnya jalan-jalan di kota besar Jakarta yang tak pernah terlepas dari namanya macet setiap hari. Sama seperti terkadang kita baru bersyukur jika pernah mengalami pengalaman jaman bahula yang jauh dari kehidupan modern menyenangkan seperti saat ini, dimana listrik sudah ada, akses internet cepat broadband mungkin sudah tidak dalam angan-angan lagi seperti dulu.
Masihkah Anda menanyakan makna arti sabar kepada saya?
Rabu, 16 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ditempat saya masih nunak nunuk! Lemot!
BalasHapusnuances pen dofollow:
BalasHapusPesan saya hanya singkat, Pak. S A B A R !
untung saya termasuk orang yang sabar tetapi mata yang pedas kalau teringat jaman dulu access internet lemot, kalau sekarang internet serba instant click langsung ngacir...
BalasHapushave a nice day Mas Joko.
Agus:
BalasHapusMas Agus berarti termasuk segenerasi dengan saya. ya? He...He.... Begitulah internet jaman dulu, lebih mirip siput merayap. Nunggu loading halaman sampai habis rokok sebatang baru selesai.
Kalau mengingat masa lalu dan membandingkan koniksi internet saat itu, terasa sekali perbedaan koneksi internet yang ditunjang oleh teknologi dengan harga "terjangkau" saat ini. Tapi itulah manusia (yang saya maksud saya sendiri) terkadang merasa kesal dan jengkel kalau terjadi gangguan speed atau bahkan disconnect total. Kenapa?, salah satunya saya tidak bisa mendapat info terkini dari Diptara blog.
BalasHapusKalau berbicara masalah "SABAR" mungkin saya termasuk orang yang kurang sabar. (LOL)
Yuda:
BalasHapusSaya termasuk manusia yang kurang sabar itu juga, Mas Yuda.
Oh ya, Mas Yuda koneksi internetnya juga habis bermasalah, ya? Turut prihatin dan yang penting tetap Sabar. Setahu saya Speedy masih lebih baik, Bandwidthnya lebih jelas dibandingkan dengan mobile broadband yang sistemnya Network Share yang speednya sering drop
Enggak lah pak.., saya gak akan lagi mempertanyakan arti sabar kepada bapak... hehehe.
BalasHapusUntungnya..., di kotaku belum sampai macet2 bgt.., walaupun sudah mulai crowded akibat banyaknya kendaraan di jalan...
BalasHapusKalau soal internet, aku baru kenal 3 th yg lalu... hehehe dan sampai sekarang masih setia dg speedy.. :D
catatan kecilku:
BalasHapusSeandainya mau nanya juga boleh, kok Mbak. He...He....
the others:
Kalau Madiun sepertinya memang masih adem ayem, Mbak Reni. He...He....
Berarti untung kalau gitu tidak pernah ngalami namanya jaman susah akses internet jaman dulu
Wow woh woah...
BalasHapusSaya terhenyak saat berkunjung kali ini. Bukannya habis baca artikelnya, tapi terhenyak setelah lihat form komentarnya :D
Selamat pak, akhirnya bisa juga form komentar ini ditaro di bawah tulisan :D
Saya selama ini memakai mobile broadband (IM2), dan cukup puas dengan kecepatan untuk sekedar ngeblog maupun browsing. Apakah saya itu berarti orangnya nerimo ya pak? atau sabar barangkali?
BalasHapusRismaka:
BalasHapusSetelah saya kutak-katik kode HTML-nya dari hasil tanya ke beberapa sahabat master blog lain akhirnya, Alhamdulillah saya sukses merubahnya, Mas Adi.
Tulisan ini, kan hanya refleksi saya saja Mas Adi. Boleh jadi kalau pada Mas Adi bisa dua-duanya. Nerimo dan Sabar, keduanya, kan sama-sama sifat baik.